Jumat, 22 Juli 2016

Republika - Karakter Bangsa dan Rudy Habibie

Karakter Bangsa dan Rudy Habibie

Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya. Sepotong bait lagu kebangsaan "Indonesia Raya" ini menunjukkan bahwa untuk mewujudkan cita-cita bangsa maka yang pertama dibangun adalah jiwanya, baru kemudian badannya.

Pembangunan jiwa bisa diartikan sebagai pembangunan karakter bangsa atau dalam istilah Bung Karno disebut sebagai national character building. Setelah pembangunan karakter ditentukan, baru kemudian pembangunan fisik dilakukan secara semesta dengan wahana yang tepat serta didukung segenap SDM unggul berdaya saing global.

Pembangunan karakter merupakan megaproyek bagi bangsa-bangsa yang ingin maju dan berdaya saing tinggi. Apa pun dan berapa pun harganya akan ditempuh demi keberhasilan pembangunan karakter bangsa.

Salah satu bangsa yang getol membangun karakter bangsanya adalah Singapura. Pembangunan karakternya menekankan pada rekayasa mentalitas dan etos kerja di bawah kepemimpinan Lee Kuan Yew. Rekayasa ini dilandasi ajaran Konfusianisme yang diaktualisasikan dengan kemajuan zaman.

Megaproyek pembangunan karakter bangsa Singapura dimulai sejak 1970-an. Hal ini dilakukan dengan mendatangkan beberapa pakar dari seluruh dunia untuk mengimplementasikan ajaran Konfusius kepada para siswa sekolah dan mahasiswa.

Salah satu pakar Konfusius yang direkrut Lee adalah Profesor Tu Weiming, guru besar yang mengajar sejarah dan filsafat Cina di Harvard University. Profesor Tu ditugasi untuk mengajarkan etika Konfusius bagi siswa sekolah dan mahasiswa. Etika tersebut merupakan mata pelajaran wajib sebagai pendidikan karakter dan pemompa etos kerja.

Sistem pendidikan nasional di Indonesia hingga kini belum mampu membentuk karakter manusia Indonesia yang sesuai tantangan zaman. Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti to mark atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Karakter unggul berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya yang ditandai dengan nilai-nilai, seperti punya kepercayaan diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif, inovatif, dan mandiri.

Bung Karno pernah menyatakan, seusai perjuangan fisik menumbangkan kolonialisme dan imperialisme, bangsa Indonesia memasuki tahap perjuangan baru, yakni menyelenggarakan masyarakat adil dan makmur. Untuk itu, harus dibangun karakter bangsa dan mendirikan sekolah-sekolah teknik di seluruh Indonesia.

Ribuan putra-putri Indonesia lulusan SMA dikirim belajar di luar negeri, terutama ke Eropa Timur dan Uni Soviet. Mereka disebut Mahid (Mahasiswa Ikatan Dinas). Dalam pidato pelepasan Mahid, Bung Karno berpesan agar mereka belajar sebaik-baiknya dan harus kembali ke Tanah Air untuk membangun negeri.

Pembanguan karakter bangsa perlu metode efektif, sehingga bisa diserap dengan baik oleh generasi saat ini. Film Rudy Habibie--sekuel dari Habibie & Ainun--merupakan salah satu metode untuk pembangunan karakter bangsa. Film tersebut mengandung banyak pesan kebangsaan dan nilai perjuangan anak bangsa dalam menggapai cita-cita diri dan bangsanya.

Konten film ini merupakan dialektika dan perjuangan presiden ketiga RI BJ Habibie saat kuliah di RWTH Aachen, Jerman. Saat itu, kehidupan Habibie muda yang biasa dipanggil Rudy dalam kondisi penuh keprihatinan. Di sana, dia tak hanya belajar teknologi penerbangan, tetapi juga mendalami arti cinta, persahabatan, dan mengkaji persoalan bangsanya bersama para mahasiswa Indonesia lain yang tergabung dalam Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Eropa.

Sejak PPI Jerman didirikan pada 1956, sebagai pengurus Rudy memiliki obsesi dan visi pembangunan yang detail. Menurutnya, PPI sebaiknya jangan terlalu berpolitik praktis, tetapi harus mulai menyiapkan wahana bangsa di berbagai bidang, seperti kedirgantaraan, maritim, ketenagalistrikan, dan wahana industrialisasi lainnya. Wahana merupakan sarana dan prasarana yang strategis untuk pembangunan bangsa yang bertumpu kepada prinsip kemandirian.

Film Rudy Habibie terkandung nilai perjuangan anak bangsa yang selalu berusaha menggenggam semangat zaman. Rudy memulai perjuangannya dari Kota Bandung sejak 1950 ketika masih duduk di bangku SMA.

Rudy meninggalkan Fakultas Teknik Universitas Indonesia di Bandung lalu berjuang keras menjadi mahasiswa RWTH Aachen (Rheinisch Westfalische Technische Hochschule Aachen), perguruan tinggi tertua di Jerman yang didirikan untuk menunjang tahapan revolusi industri di negeri tersebut.

Film Rudy Habibie selain memiliki kisah nan unik juga bisa menjadi motivasi kebangsaan bagaimana membentuk karakter dan menyiapkan wahana bangsa untuk tinggal landas menuju kemajuan dan kemakmuran.

Kini, Rudy oleh sang waktu telah dinobatkan menjadi eyang bagi generasi bangsanya. Sepanjang kariernya, Eyang Habibie telah mempersiapkan berbagai wahana industrialisasi dan pusat iptek serta mencetak ribuan SDM unggul untuk menjalankan berbagai bidang pembangunan.

Jika bangsa Indonesia konsisten menjalankan pengembangan iptek dan melakukan industrialisasi sesuai yang telah digariskan oleh Eyang Habibie dalam strategi dan transformasi, tentunya negeri ini kondisinya sudah setara Korea Selatan dan Cina.

Jika kita menengok sejarah, pada dekade 1970-an sebenarnya Korea Selatan memulai strategi industrialisasi yang mirip Indonesia. Saat itu, kedua negara sedang mencetak SDM teknologi sebanyak-banyaknya untuk menjalankan strategi transformasi teknologi dan industri.

Waktu itu, Indonesia juga memiliki strategi transformasi teknologi dan industri yang dipimpin Menristek BJ Habibie dengan membentuk sembilan wahana industrialisasi nasional serta Pusat Pengembangan Iptek (Puspiptek) di Serpong. Begitu juga dilakukan program pengiriman ribuan lulusan terbaik SMA dari seluruh Tanah Air melalui beasiswa ikatan dinas untuk kuliah di perguruan tinggi terkemuka di negara maju.

Dalam perjalanannya, strategi transformasi di Indonesia menjadi tertinggal dan teralienasi akibat kondisi politik tak menentu. Fenomena ketertinggalan ini, antara lain, terlihat dari kondisi industri elektronika dan telekomunikasi.

Pada era 1970-an sebenarnya Eyang Habibie telah menyiapkan wahana untuk pengembangan jenis industri di atas, yakni PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT Inti), Lembaga Elektronika Nasional (LEN), dan berbagai macam laboratorium serta didukung SDM teknologi lulusan luar negeri yang termasuk ikatan dinas.

Ternyata, kondisi industri nasional kini tertinggal oleh Samsung, kebanggaan bangsa Korsel dan Huawei kebanggaan Cina. Kondisi PT Inti dan LEN yang dulu direncanakan sebagai salah satu wahana tangguh industrialisasi ternyata belum bisa tumbuh semestinya. Akibatnya, pasar industri elektronika dan telekomunikasi di negeri ini didominasi oleh Cina dan Korsel.

Bimo Joga Sasongko
President Director & CEO Euro Management Indonesia, Alumni Aerospace Engineering North Carolina State University Raleigh USA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar