Kamis, 19 Mei 2016

Sambutan CEO untuk Hari Pendidikan Nasional - 2 Mei 2016



SAMBUTAN
PRESIDENT DIRECTOR & CEO
EURO MANAGEMENT INDONESIA
SENIN, 2 MEI 2016


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Selamat pagi dan salam sejahatera bagi kita semua,

Alhamdulillah, marilah kita senantiasa bersyukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, kita semua dapat melaksanakan peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2016, dalam keadaan sehat dan penuh semangat.

Melalui peringatan ini, perkenankan saya selaku President Director & CEO Euro Management Indonesia menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi –tingginya kepada seluruh insan pendidikan baik pemerintah maupun organisasi – organisasi yang bergerak di dunia pendidikan atas kepedulian dan perhatian yang diberikan dalam menumbuhkembangkan dunia pendidikan, kita juga selalu berdo’a agar para tokoh dan pejuang pendidikan yang telah mendahului kita memperoleh tempat yang layak disisi-Nya dan kita semua yang saat ini memperoleh amanah untuk mengelola pendidikan diberikan kekuatan dan kesabaran dalam mempersiapkan generasi masa depan yang lebih unggul.

Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan ucapan “Selamat Hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei 2016”. Semoga segala ikhtiar kita untuk memajukan dunia pendidikan dan SDM unggul bangsa ini menjadi semakin berkualitas.

Berdasarkan laporan Institusi Internasional seperti Bank Dunia dan McKinsey, Indonesia pada 2030 diprediksi menjadi salah satu dari enam  Negara terbesar Dunia bersama dengan China, Amerika Serikat, Jepang, Brazil dan Rusia.

Saya melihat dari perjalanan sejarah yang menunjukkan ada 4 kejayaan, yaitu kejayaan Islam di abad pertengahan, kejayaan Eropa,  lalu kejayaan Jepang dan kejayaan Amerika Serikat. Islam maju karena ribuan orang dikirim untuk menerjemahkan buku-buku dari Yunani dan Romawi. Perlahan Eropa mulai bangkit dengan banyak mengirimkan ribuan orang ke Cordova, Turki, dan Baghdad untuk menyerap ilmu pengetahuan dari Islam hingga menjadi maju. Amerika Serikat pun maju dengan menyerap ilmu pengetahuan dari Eropa. Jepang juga mengirimkan ribuan bahkan ratusan ribu orang ke Eropa dan Amerika Serikat tahun 1860 an. Bahkan hingga saat ini semua negara maju masih mengirimkan mahasiswanya ke negara-negara maju lainnya. Jepang yang sangat maju sekali masih mengirimkan mahasiswanya sebanyak 10.000/20.000 ke negara maju Amerika Serikat. 

Untuk itu, Saya pun ingin mewujudkan mimpi bangsa ini yakni muncul Jutaan Habibie – Habibie baru yang bisa membuat bangsa Indonesia disegani negara lain, baik di ASEAN atau di dunia.

Saat itu hanya segelintir orang Indonesia yang berkuliah di luar negeri. Padahal Indonesia adalah negara besar dengan jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 250 juta jiwa, dan sekolah ke luar negeri itu tidak sesusah, serumit dan semahal yang dibayangkan. Bahkan ketika Program Beasiswa Prof. DR. B.J. Habibie berhenti di tahun 1997 karena Pak Habibie berhenti dari jabatan sebagai Presiden, hampir tidak ada lagi tamatan SMA yang sekolah ke luar negeri. Sungguh miris, di tengah banyak negara lain seperti Malaysia, Vietnam, Kamboja, China yang justru gencar mengirimkan puluhan ribu tamatan SMA untuk kuliah ke negara maju seperti Amerika, Inggris,  Australia, Jepang, Jerman, Perancis, Belanda. 

Menurut datastatistik menunjukkan bahwa di Amerika, jumlah mahasiswa asal Cina sekitar 157.000 orang, India 103.000, Jepang 21.000 orang, dan Indonesia sekitar 5000 – 6000 orang. Di Jerman, mahasiswa asal Indonesia sekitar 2000 orang, namun mahasiswa Cina di Jerman sampai 25.000 orang. Penduduk China itu 5 kali lipat penduduk Indonesia, jadi kalau mahasiswa Indonesia di Jerman hanya 2.000 orang artinya mahasiswa Cina di Jerman itu 10.000. Tapi nyatanya mahasiswa Cina di Jerman sampai 23.000. 

Begitu juga di Australia, mahasiswa Indonesia 11.000 orang, sedangkan asal Vietnam 10.000 orang. Padahal penduduk Vietnam hanya sekitar 90 juta orang. Artinya kalau penduduk Indonesia 250 juta orang atau sekitar 3 kali Vietnam, idealnya mahasiswa Indonesia di Australia 30.000 orang, nyatanya hanya 11.000 orang Artinya Indonesia masih tertinggal dalam mengirimkan mahasiswa Indonesia ke negara-negara maju seperti US, UK, Jepang, Australia, Jerman begitu juga di negara – negara lain.

Banyak manfaat yang akan didapatkan jika kuliah ke luar negeri, tidak hanya ilmu pengetahuan tapi juga mental, percaya diri, kemandirian, dan keberanian dan itu yang dibutuhkan bangsa Indonesia untuk maju bersaing di tingkat global dengan Cina, Malaysia, Kamboja dll. Indonesia yang sedang berkembang, seharusnya bisa lebih banyak lagi mengirimkan mahasiswanya ke negara-negara maju. Indonesia masih membutuhkan dan harus menyerap ilmu dari negara-negara maju untuk digunakan di Indonesia.  Tetapi saat ini ketika Malaysia, Vietnam, Kamboja mengirim ribuan orang untuk kuliah di negara maju, justru mahasiswa dari Indonesia semakin berkurang. Di Amerika jaman saya kuliah ada 15.000 orang, sekarang justru turun hanya 6.000. Di tahun 1980 sampai 1990 mahasiswa Indonesia di Jerman sekitar 7000 orang dan sekarang ini tinggal 2500 orang, apalagi di Perancis hanya 400 orang. Itu menyedihkan padahal saat ini zaman globalisasi dan informasi dimana-mana dan tingkat kehidupan masyarakat sudah miningkat jauh dibanding 20 tahun yang lalu 

Selama ini mindset orang Indonesia ingin sekolah keluar negeri S2 saja, ini lah yang membuat Indonesia kalah tertinggal dengan negara lain. Karna zaman dulu informasi tidak ada, keuangan keluarganya masih sedikit, kuliah S1 di Indonesia masih murah sehinga banyak orang menganggap S2 saja keluar negeri nya, akan tetapi zaman sekarang infomasi sudah ada, globalisasi, biaya kuliah gratis, teknologi sudah canggih, mentalnya masih muda, mudah beradaptasi, kemampuan bahasanya lebih cepat untuk mempelajari bahasa asing, dan untuk S1 diluar negeri tinggalnya lebih lama 4 – 5 tahun dibandingkan dengan S2 hanya 1 – 2 tahun, sehingga proses adaptasi dan pengenalan budaya di negara tersebut lebih mudah sehingga saya merekomendasikan untuk tamatan SMA kesana sama halnya dengan Pak Habibie, karna yang dibutuhkan sekolah itu tidak hanya ilmu akan tetapi cara berfikir, mental, kepercaya dirian itulah tamatan SMA dibutuhkan. 

Pemerintah Indonesia kalah dengan pemerintah Malaysia, Vietnam, atau Kamboja apalagi Cina. Di Kamboja penduduknya hanya 13 juta orang, se per 20-nya bangsa Indonesia, tetapi mahasiswanya yang kuliah negeri sekitar 18.000. Kondisi ini miris, kalau mengacu pada jumlah penduduk Kamboja dibanding Indonesia maka seharusnya Indonesia mengirim tamatan SMA untuk kuliah ke luar negeri sekitar 360.000 an, faktanya 60.000 an.

Untuk itu pemerintah perlu membuat program beasiswa yang dibiayai dengan seleksi yang bagus dan seleksi yang ketat. Tamatan SMA yang cerdas, pintar, bermental baik, memiliki nasionalisme bisa dikirim sekolah ke luar negeri baik pemerintah pusat  atau daerah seperti Gubernur, Walikota, kementrian - kementrian, BUMN, Bank – Bank Nasional, Institusi – Institusi sosial, Partai politik  atau dukungan pinjaman dari perbankan. Saya yakin 20 tahun lagi bangsa Indonesia akan maju. Seperti pada era kejayaan Islam, banyak siswa dari negara Eropa dikirim ke negara-negara Islam seperti Syiria, Irak, dan Turki. Akhirnya setelah mereka menguasai ilmu, Eropa menjadi maju, begitu juga Amerika, Jepang, China. Tak heran jika percepatan teknologi China itu berkembang pesat. 

Jadi perlu dukungan besar dari pemerintah, agar program pak Habibie yang berhenti tahun 1997 bisa berjalan lagi. Apalagi menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN  (MEA) persaingan semakin ketat, seluruh masyarakat ASEAN bisa masuk ke Indonesia untuk bekerja dengan ijazah dari berbagai negara di dunia. Bangsa ini harus unggul berwawasan global internasional.

Alhamdulillah, Gerakan Mencetak Sejuta habibie Untuk Indonesia berawal dengan membangun sebuah perusahaan Euro Management Indonesia yang sudah lebih dari 13 tahun berdiri dan sebuah yayasan pendidikan Eropa Indonesia (YPEI) yang sudah berdiri hamper 6 tahun. Hingga kini saya sudah mengirimkan sebanyak hampir dari 2000 tamatan SMA seluruh Indonesia dari sabang sampai merauke. Baik laki-laki maupun perempuan berbagai jenis SMA dari berbagai suku di daerah. Bayangkan zaman pak Habibie dulu, hanya mengirimkan 1500 orang mahasiswa tamatan SMA, dan kini saya sudah mengirim 2000 orang. Saya cukup puas dan bangga dan akan terus berjuang mengirimkan lebih banyak lagi orang Indonesia untuk bersaing dengan Malaysia, Vietnam, Kamboja dan lainnya.

Saya memiliki komitmen untuk men-drive pemerintah dan seluruh stake holdernya lain agar terus mengirimkan siswa-siswa tamatan SMA agar bisa kuliah ke luar negeri. Di era pak Habibie dulu dengan uang masih terbatas bahkan pinjaman, masih bisa mengirim siswa Indonesia ke luar negeri. Itu karena pak Habibie punya visi untuk mengirimkan siswa-siswanya tamatan SMA ke luar negeri. Saat ini, Indonesia semakin maju, infomasi ada dan semakin mudah didapat, teknologi maju, uang ada dan uang kuliah juga tidak mahal. Kenapa tidak mengirimkan ribuan orang kuliah ke luar negeri? 

Saya ingin terus berjuang dan berjuang mengirimkan ribuan orang Indonesia untuk kuliah di negara maju melalui Gerakan Mencetak Sejuta Habibie Untuk Indonesia. Saya yakin bangsa ini akan maju karena banyak orang Indonesia yang pintar, tinggal diberikan akses saja. Di era Habibie bisa ada satu Habibie, saat sekarang sudah harus muncul Habibie-habibie lainnya.

Saya yakin, satu – satunya cara mempercepat kemajuan Indonesia adalah mencetak sumber daya manusia (SDM) unggul. Mereka harus melanjutkan studi ke Negara – Negara maju Dunia. Kita berharap tahun 2030 para pelajar yang kuliah di luar negeri kembali ke Indonesia untuk membangun Negara ini lebih baik lagi. ApalagisaatinisudahmemasukiMasyarakatEkonomi ASEAN (MEA) persaingan semakin ketat, seluruh masyarakat ASEAN bisa masuk ke Indonesia untuk bekerja dengan ijazah dari berbagai negara di dunia.Untuk itu Bangsa ini harus unggul dan berwawasan global internasional.

Akhirnya, marikitatingkatkansumberdayamanusia (SDM) yang unggul, serta kita tingkatkan upaya serta keikhlasan kita dalam memberikan layanan pendidikan kepada masyarakat, semoga apa yang kita lakukan dalam dunia pendidikan selama ini, menjadi bagian dari amal ibadah kita. Terimakasih.

Wassalamu’alaikumwarahmatullahiwabarakatuh,

Jakarta, 2 Mei 2016


BimoSasongko, BSAE, MSEIE, MBA
President Director & CEO


 


Rabu, 18 Mei 2016

KONFERENSI PERS MENYAMBUT HARI KEBANGKITAN NASIONAL TAHUN 2016


KONFERENSI PERS
MENYAMBUT HARI KEBANGKITAN NASIONAL TAHUN 2016

“Kebangkitan Bangsa dengan Memaksimalkan Bonus Demografi
Menuju SDM Canggih & Unggul Indonesia 2030”

Kebangkitan nasional menjadi ambisi dan visi para pemimpin pemerintahan dari waktu ke waktu. Begitupun para Presiden RI memiliki kiat atau mahzab tersendiri untuk muwujudkan kondisi kebangkitan bangsa. Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla memiliki kiat tersendiri untuk menuju kebangkitan nasional. Karena latar belakang kedua tokoh bangsa ini adalah saudagar atau pedagang, tentunya visi kebangkitan nasional  tersebut diwarnai strategi ala saudagar. 

Esensi dari gerakan kebangkitan nasional adalah melakukan transformasi terhadap bangsa. Khusunya transformasi demokratik dan daya saing SDM bangsa. Pada era kepemimpinan Bung Karno api Kebangkitan nasional terus menyala-nyala membakar semangat setiap warga bangsa. Tak bisa dimungkiri Bung Karno adalah promotor kebangkitan nasional yang handal. 

Peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ke-108 tahun 2016 hendaknya bisa menyadarkan rakyat tentang arti dan makna kebangkitan nasional yang esensial. Negeri ini membutuhkan pemimpin yang otentik semacam Wahidin Soedirohoesodo, Soetomo, Soerjadi Soerjaningrat, dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Selain itu juga dibutuhkan tokoh bangsa yang mampu menggerakkan segenap potensi bangsa untuk bangkit dan tinggal landas dalam berbagai sektor kebangsaan. Pemimpin pusat dan daerah harus mampu merubah kondisi inferior menjadi sebuah gelora rallying cry atau semangat kebangsaan yang menjadi energi untuk tinggal landas menuju kemajuan. 

Visi kebangkitan nasional ala saudagar tersirat dalam langkah dan kebijakan pemerintahan Jokowi yang tertuang dalam 12 paket kebijakan ekonomi. Setumpuk paket itu esensinya adalah memperlancar kegiatan para pengusaha yang notabene adalah saudagar berbagai kelas. Sederet paket tersebut juga diharapkan bisa membangkitkan saudagar lokal berlabel UMKM dan mencetak saudagar muda intelektual yang berjiwa kreatif dan inovatif.

Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah Jokowi ke-12 yang diumumkan 28 April 2016 berfokus kepada mempermudah aktivitas UMKM. Dengan sederet paket ekonomi tersebut Jokowi berambisi  menaikkan peringkat Ease of Doing Business(EODB) atau Kemudahan Berusaha Indonesia hingga ke posisi 40 dunia. Untuk itu harus dilakukan sejumlah perbaikan, bahkan upaya ekstra, baik dari aspek peraturan maupun prosedur perizinan dan biaya, agar peringkat kemudahan berusaha di Indonesia, terutama bagi UMKM. 

Visi kebangkitan nasional ala saudagar sesuai dengan teori pakar ekonomi David Mike Dallen yang menyatakan bahwa suatu negara akan bangkit dan terwujud  kemakmuran bila jumlah pengusaha sedikitnya dua persen dari jumlah penduduknya. Sebagai contoh, jumlah pengusaha di Singapura telah mencapai 7,2 persen Malaysia 5 persen, dan Thailand 4,5 persen. Dengan demikian untuk mencapai kebangkitan dan kemakmuran di Indonesia perlu meningkatkan sepuluh kali lipat atau mencetak sekitar 7 juta pengusaha lagi. 

Pengalaman di Amerika  Serikat menunjukan hampir seluruh perguruan tinggi mempunyai program khusus untuk mendorong kewirausahaan sehingga mampu mencetak pengusaha muda yang tangguh. Menurut data statistik 30 persen dari semua wirausahawan di Amerika Serikat berusia sekitar 30 tahun atau dikategorikan sebagai kaum muda.

Visi kebangkitan nasional ala saudagar juga terartikulasi dalam pembangunan berbagai infrastruktur yang penting bagi kegiatan ekonomi. Sayangnya pembangunan infrastruktur tersebut kurang terkonsep dengan baik dan terlihat tergesa-gesa tanpa disertai strategi transformasi teknologi dan persiapan SDM berkompeten yang matang. Akibatnya beberapa infrastruktur yang dibangun kurang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi industri lokal dan perluasan kesempatan kerja. Bahkan pembiayaan infrastruktur yang bertumpu kepada utang itu terlihat tidak disertai dengan aspek pengawasan kualitas bangunan dan kinerja struktur yang baik.
 
Apalagi pembangunani infrastruktur di pusat maupun daerah banyak mengandung sederet masalah teknis, sosiologis maupun ketidakpastian hukumnya. Pemerintah Jokowi harus cepat mengatasi berbagai kasus proyek infrastruktur yang berkualitas rendah. Celakanya hingga kini negeri ini juga kekuranganSDM yang memiliki kompetensi dibidang Quantity Surveyor yang tugas profesinya menyangkut perhitungan dan analisa biaya proyek infrastruktur. Selain itu pembangunan berbagai proyek infrastruktur kurang melibatkan aspek audit teknologi yang bertujuan untuk mengendepankan kepentingan komponen lokal dan melibatkan seluas-luasnya tenaga kerja lokal serta menekan sedikit mungkin tenaga kerja asing (TKA).

Esensi Kebangkitan Nasional tidak bisa dijalankan secara “hantam kromo” atau serta merta begitu saja. Tetapi membutuhkan milestones bangsa dan strategi transformasi. Ada baiknya membandingkan visi kebangkitan nasional ala saudagar dengan visi ala teknolog. Visi kebangkitan nasional ala teknolog terwakili dalam strategi transformasi BJ Habibie yang terartikulasikan kedalam tajuk tinggal landas dan alih teknologi. Yakni lewat pembangunan SDM teknologi yang sangat aprogresif dengan jalan pengiriman lulusan SMA terbaik dari seluruh pelosok negeri untuk kuliah di pusat peradapan dunia dan pusat iptek di negara maju. Untuk menuju tinggal landas BJ Habibie mengedepankan kekuatan kapasitas otak "one million mega-bytes" dari SDM bangsa.

Ada benang merah visi kebangkitan nasional antara Bung Karno, BJ Habibie dan Jokowi. Visi ketiganya bertemali dalam karakter ascensionisme bangsa yakni sifat dan kecenderungan akan hal-hal yang besar, unggul dan megah.  Visi Bung Karno ditangkap dan disesuaikan dengan kemajuan jaman oleh BJ Habibie.  

Salah satu contoh visi dan konsep Bung Karno terlihat dalam pembangunan Ibukota negara dengan berbagai monumen, termasuk Mesjid Istiglal, Gelora Bung Karno (GBK) dan lainnya. Hal itu merupakan usaha mega-estetik Bung Karno  dalam memberikan baju budaya untuk membangun national character building. 

Pada sisi BJ Habibie, kecenderungan ascensionisme ini terartikulasikan dalam sebuah visi penguasaan hi-tech atau teknologi tinggi. Langkahnya untuk mendirikan wahana industrialisasi berbasis hi-tech dan pusat iptek degan strategi yang sangat progresif yakni berawal dari akhir dalam alih teknologi searah dengan visi Bung Karno. Puncak dari artikulasi visi Presiden RI ketiga dimanifestasikan kedalam Hakteknas (Hari Kebangkitan Teknologi) sebagai tonggak kebangkitan nasional kedua.  
 
Makna dan semangat Hari Kebangkitan Nasional pada saat ini diwarnai kelangkaan budi utomo dikalangan elite bangsa. Budi utomo dalam bahasa Sansekerta berarti perilaku baik atau budi pekerti yang luhur. Ironisnya, gerakan reformasi yang mengakhiri kekuasaan Presiden Soeharto justru menghasilkan elite bangsa yang belum mampu mentransformasikan bangsa ini menjadi unggul dengan nilai-nilai kebangsaan yang kokoh. Kualitas dan kepribadian elite politik pada era revolusi kemerdekaan ternyata lebih baik. Sehingga mereka mampu melakukan perubahan cepat dengan energi kebangsaan yang menggelora. Mentalitas dan kepribadian elite politik pada era kemerdekaan bangsa sangat berbeda dengan elite politik pada saat ini. 

Elite politik sekarang ini cenderung mengkhianati rakyat dan kurang bertanggung jawab terhadap proses kemajuan bangsa. Hal itu terbukti dengan semakin banyak elite politik baik yang duduk sebagai pejabat eksekutif maupun legislatif sekarang ini yang terlibat korupsi dan kasus-kasus yang tidak terpuji. Namun begitu, jiwa dan semangat kebangkitan nasional tidak boleh padam.

*) BIMO JOGA SASONGKO, President Director & CEO Euro Management Indonesia






 

Selasa, 17 Mei 2016

Koran Jakarta - Investasi SDM Daerah

Investasi SDM Daerah

Oleh  Bimo Joga Sasongko*


Presiden Joko Widodo kecewa terhadap kepala daerah karena rendah dalam menyerap anggaran. Banyak daerah belum membelanjakan anggaran. Hingga akhir 2015 masih banyak anggaran provinsi, kabupaten dan kota mengendap di bank-bank yang merupakan  dana transfer dari pemerintah pusat. Jumlahnya mencapai 90 triliun rupiah. Pada akhir April 2016, jumlahnya meningkat menjadi 220 triliun. Dana tersebut sangat besar karena  sepanjang tiga bulan pertama tahun ini penyerapan anggaran secara nasional baru 280 triliun.

Serapan anggaran daerah yang buruk  mengindikasikan,  ada masalah birokrasi atau aparatur sipil negara (ASN) daerah. Mereka  tidak siap dengan tata kelola pemerintahan berbasis teknologi. Inovasi daerah masih rendah. Padahal ini penting untuk mewujudkan pemerintahan yang melayani.  Selama ini birokrasi terkurung rutinitas sehingga kurang memiliki daya inovatif. Perlu menata etos kerja ASN daerah agar  mampu mendayagunakan infrastruktur e-Goverment seefektif mungkin sesuai dengan tatakelola dan standar global.

Untuk ini diperlukan terobosan untuk mencetak birokrat unggul sejak dini. Pemerintah daerah perlu  investasi sumber daya manusia (SDM) dengan mengirim   lulusan sekolah menengah untuk belajar ke luar negeri dengan beasiswa. Selama ini pemerintah daerah sudah mengirimkan SDM ke perguruan tinggi dalam negeri seperti Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) dan   lainnya dengan status ikatan dinas. Karena konvergensi teknologi dan pesatnya kemajuan tata kelola korporasi global, maka perlu juga terobosan dengan mengirimkan putra-putri daerah ke luar negeri.

Para lulusan sekolah menengah terbaik di daerah diberi kesempatan  kuliah dan  magang di negara maju agar mempelajari  tatakelola korporasi serta  berbagai inovasi seperti bidang  teknologi e-Sourcing. Ini  sekarang diintegrasikan dengan sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik atau e-Procurement. Teknologi e-Sourcing bukan hanya  katalog elektronik untuk keperluan pengadaan barang dan jasa. Ini diperlukan  inovasi agar  bisa menjadi aplikasi atau alat bantu analisis dan  rujukan standar teknis barang.

Negara maju seperti Amerika Serikat (AS) saja telah lama memperhatikan pentingnya inovasi birokrasi daerah. Sejak 1992  AS menerapkan National Performance Review yang fokus menilai dan evaluasi kinerja pemerintah daerah, utamanya manajemen sumber daya.

Mencetak ASN daerah berkelas dunia searah dengan inisiatif dan kerja sama Indonesia dengan Uni Eropa. Perbaikan tata kelola pemerintahan telah menjadi penekanan kerja sama pembangunan Uni Eropa-Indonesia 2016. Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guerend membantu hibah setengah miliar euro untuk pendidikan dan tata kelola pemerintahan. Negara-negara Uni Eropa memiliki sejumlah inisiatif dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan demikian, Eropa  pantas menjadi tujuan pengiriman mahasiswa.

Strategis
Pengiriman mahasiswa ke luar negeri  oleh pemerintah daerah merupakan bagian dari investasi SDM yang sangat strategis. Sejarah kebangkitan nasional bangsa-bangsa  dunia juga diwarnai dengan langkah mengirimkan para pemuda ke luar negeri.  Biaya pemerintah daerah  untuk beasiswa pemuda ke luar negeri  harus dipandang sebagai investasi produktif, tidak semata-mata konsumtif tanpa manfaat balikan atau rate of return.  Investasi modal manusia selalu berjangka panjang.

Sejak awal dekade ini, para pembuat kebijakan negara maju, terutama Eropa telah meningkatkan perhatian terhadap mahasiswa internasional. Banyak negara Eropa memfasilitasi para mahasiswa internasional untuk belajar dan bekerja di industri ternama. Bahkan beberapa tahun belakangan, Uni Eropa telah membuat kebijakan imigrasi yang menjamin kepastian hukum status mahasiswa internasional.

Mereka juga memberi kesempatan luas untuk mengakses lapangan kerja baik selama maupun setelah lulus. Selain itu, juga dibuat skema pencarian kerja pascastudi agar mahasiswa internasional mudah mengakses dunia kerja. Kesempatan ini harusnya ditangkap pemerintah daerah.

Untuk menghadapi tantangan bangsa ke depan dibutuhkan profil ASN kreatif dan inovatif. Keterbatasan sumber daya dan kompleksitas kependudukan hanya bisa diatasi dengan kebijakan yang inovatif. Pada saat ini birokrat harus mampu meningkatkan kapasitas inovatif di lingkungannya. Juga pentingnya penguatan sistem inovasi dalam berbagai eselon birokrasi.

Birokrasi harus memiliki akal panjang untuk menerobos berbagai persoalan pelik dengan kondisi dana yang sangat terbatas. Perlu memetik pengalaman dari negara maju. ASN hendaknya piawai mengambil contoh sukses tentang peningkatan kapasitas inovasi daerah yang pernah dilakukan di negara maju. Misalnya di daerah Austin dan Cleveland di Amerika Serikat. Disana program penguatan kapasitas inovasi daerah berhasil menjadikan derah itu menjadi rumah dari puluhan konsorsium industri semikonduktor. Dengan cara mengembangkan Advanced Research Park yang menghasilkan berbagai produk unggulan dunia. Masih banyak contoh lainnya yang berkembang di Amerika Serikat dengan program serupa, yakni Sillicon Valley, Arizona, Florida, Wichita, dan lain-lain.

Perkembangan teknologi dan tren dunia telah menyajikan berbagai inisiatif menuju smart work. Mestinya ASN mampu mendayagunakan infrastruktur e-Goverment seefektif mungkin sesuai dengan tatakelola dan standar global.
       
Pengadaan infrastruktur layanan elektronik oleh ASN sudah merata hingga kedaerah. Namun, manfaat layanan elektronik masih belum optimal karena lemahnya kapasitas inovasi. Layanan elektronik merupakan keniscayaan untuk mencapai efektifitas pemerintahan.

Buruknya penyerapan anggaran juga disertai dengan overhead cost yang tinggi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Selama ini resources daerah sebagian besar tersedot untuk biaya rutin eksekutif dan legislatif daerah. Apalagi manajemen resources Pemda berupa penggunaan input dan pengelolaannya untuk menghasilkan output dan outcome masih belum mengedepankan inovasi dan kreativitas. Untuk itu diperlukan transformasi menuju pemerintahan daerah yang efektif dengan mencetak SDM berdaya saing global lewat pengiriman mahasiswa ke luar negeri.

Penulis  Alumnus Arizona State University dan North Carolina State University, Amerika Serikat


 

Senin, 16 Mei 2016

Dubes Amerika Serikat

Kunjungan Kerja & Audiensi
Bimo Sasongko, BSAE, MSEIE, MBA
Ke Kediaman Resmi
Duta Besar Amerika Serikat Untuk Indonesia, HE Robert Blakes Jr.
Jumat, 13 Mei 2016
pukul 18.00-20.00 WIB

Foto bersama President Director & CEO Euro Management Indonesia, Bimo Sasongko, BSAE, MSEIE, MBA dengan Duta Besar Amerika Serikat Mr. Robert Blake Jr.
Membahas berbagai strategi untuk meningkatkan jumlah mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat dengan Program US Mentors bersama para alumni Amerika Serikat di Indonesia.




Kamis, 12 Mei 2016

Investor Daily - Sistem Kesempatan Kerja dan Bonus Demografi

Sistem Kesempatan Kerja dan Bonus Demografi
Oleh : Bimo Joga Sasongko


Langkah Kementerian Ketenagakerjaan yang menerapakan aplikasi online informasi kesempatan kerja bertajuk "Sistem Informasi 10 Juta Kesempatan Kerja" patut diapresiasi. Melalui sistem tersebut semua pihak terkait bisa terintegrasi secara self assessment dan dapat berkontribusi dalam mengelola kesempatan kerja secara sistemik.
Sistem Informasi 10 Juta Kesempatan Kerja melibatkan 34 Kementerian, 34 Lembaga pemeritnah Non Kementerian (LPNK), 121 Badan Usaha Milik Negara (BUMN), 15 pengelola kawasan industri, Kadin, Apindo, JICA, ILO dan jajaran internal Kemenaker, untuk berkordinasi dengan seluruh pihak agar dapat bersama-sama mendata dan mengelola kesempatan kerja yang tersedia. 
Konstitusi menyatakan bahwa negara bertanggung jawab menyediakan lapangan kerja yang layak bagi seluruh rakyat. Pendataan dan bursa kesempatan kerja sebaiknya juga terkait dengan antisipasi era bonus demografi yang akan terjadi di Indonesia. Karena pada tahun 2020 hingga 2030 terjadi fenomena bonus demografi dimana usia produktif penduduk Indonesia mencapai puncaknya. Bonus demografi harus dipersiapkan dengan berbagai program pengembangan SDM bangsa. 
Bonus Demografi adalah struktur kependudukan yang potensial dan bisa didayagunakan negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang usia 15-64 tahun) dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. Jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksikan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 mendatang mencapai 305,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 28,6 persen dari tahun 2010 yang sebesar 237,6 juta jiwa. 
Peningkatan jumlah penduduk pada 2035 menjadikan Indonesia negara kelima dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Idealnya, era tersebut menjadi momentum kebangkitan nasional kedua. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia tersebut meningkatnya penduduk berusia produktif (usia 15 tahun sampai 65 tahun)
Pada 2010, proporsi penduduk usia produktif sebesar 66,5 persen. Proporsi ini terus meningkat mencapai 68,1 persen pada 2028-2031. Meningkatnya jumlah penduduk usia produktif menyebabkan menurunnya angka ketergantungan, yaitu jumlah penduduk usia tidak produktif yang ditanggung oleh 100 orang penduduk usia produktif dari 50,5 persen pada tahun 2010 menjadi 46,9 persen pada periode 2028 sampai 2031. Namun, angka ketergantugan ini mulai naik kembali menjadi 47,3 persen pada 2035.
Kontribusi penduduk berusia produktif menyebabkan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dengan catatan adanya peningkatan kompetensi tenaga kerja dan semakin banyaknya SDM yang berkelas dunia. Antisipasi dan proyeksi yang tepat terhadap bonus demografi akan mendorong pertumbuhan ekonomi negara yang signifikan. Kondisi demikian  terjadi di Tiongkok, Korea Selatan, Taiwan, Brasil, Rusia, Thailand dan India. Khusus untuk Thailand, Tiongkok, Taiwan dan Korea Selatan bonus demografi di sana berkontribusi dengan pertumbuhan ekonomi antara 10-15 persen.
Penyediaan data penciptaan 10 juta lapangan pekerjaan sebagai satu program prioritas nasional yang berkelanjutan sebaiknya juga memperhatikan faktor tenaga kerja asing dan tren bisnis dunia yang mengedepankan sistem outsourcing.
            Kasus lima pekerja Tiongkok yang ditahan karena melakukan kegiatan ilegal di Lanud Halim Perdana Kusuma merupakan indikasi serbuan tenaga kerja asing. Selama ini banyak penyimpangan kompetensi TKA, sehingga jenis-jenis pekerjaan teknisi rendahan saja dicaplok oleh para TKA yang berasal dari Tiongkok. Hal itu terlihat pada megaproyek infrastruktur ketenagalistrikan yakni PLTU. Hal serupa juga terjadi di proyek infrastruktur kereta cepat, bendungan, telekomunikasi dan transportasi. Ironisnya, peran tenaga kerja Indonesia (TKI) dalam berbagai proyek infrastruktur justru hanya sebatas jenis pekerjaan kasar saja seperti sopir, satpam, cleaning service dan tenaga kasar non teknis lainnya. 
Publik sangat kecewa dengan pemerintah, khususnya terhadap Kementerian BUMN yang menyebabkan tukang ngebor tanah untuk proyek infrastruktur saja harus didatangkan dari Tiongkok. Padahal banyak teknisi dalam negeri yang mampu mengerjakan soil test dan sebagainya.
Peningkatan jumlah tenaga TKA yang merambah berbagai sektor di negeri ini membuat berbagai pihak menjadi gusar. Namun, kegusaran tersebut hendaknya tidak memicu kekacauan tetapi harus diantisipasi secara fair dan langkah yang sistemik untuk meningkatkan kompetensi dan daya saing tenaga kerja lokal. 
Pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) menyebabkan TKA ke Indonesia semakin meningkat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukan, selama Januari 2016 menyebutkan bahwa dari warga negara asing (WNA) yang melakukan kunjungan khusus sebanyak 37.900 kunjungan, jumlah WNA bekerja paruh waktu mencapai 25.200 kunjungan. Jumlah WNA yang bekerja paruh waktu itu meningkat 69.3% dibandingkan Januari 2015.
Tak bisa dimungkiri bahwa perluasan lapangan kerja yang sering dinyatakan oleh pemerintah merupakan jenis profesi yang rentan dan kurang memiliki prospek dan daya saing gobal. Jika dikaji lebih mendalam lagi, ternyata pala kepala daerah kurang mampu merencanakan portofolio profesi yang harus dikembangkan di daerahnya. Dimana ada jenis profesi kerja yang sudah usang dan jenuh terus diperhatikan. Sedangkan jenis-jenis profesi kerja yang menjadi kebutuhan dunia pada masa depan belum dipersiapkan secara baik.
Perlu belajar dari India untuk mencetak angkatan kerja yang berkualitas dunia dan banyak diminati oleh perusahaan multinasional. Hingga kini tenaga kerja dari India paling banyak diminati dan dicari oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Seperti Mcrosoft yang memiliki lebih dari 2.000 karyawan yang berasal dari India. Begitu juga Intel Corp yang memiliki 1.200 karyawan berasal dari lulusan perguruan tinggi di India. Tenaga kerja ahli dari India juga banyak mengisi tempat di perusahaan-perusahaan teknologi di Korea Selatan ataupun Taiwan. Sekedar catatan, India merupakan negara yang menghasilkan jumlah insinyur paling banyak di dunia melampaui Tiongkok.
Persoalan kesempatan kerja dan kondisi hubungan industrial yang masih bermasalah dan kemorosotan portofolio kompetensi di kalangan pekerja Indonesia harus segera diatasi. Pemerintahan Jokowi dituntut lebih efektif dan sistemik mengatasinya.
Dibutuhkan segera postur aparatur sipil negara (ASN) sektor ketenagakerjaan yang ahli dan kredibel terkait outsourcing. Postur ASN ketenagakerjaan di daerah harus memiliki pengetahuan yang memadai terkait proses bisnis di dunia sekarang ini yang telah mencapai tingkat efektivitas yang luar biasa. Tingkatan itu bisa diraih salah satunya karena faktor outsourcing. Tak pelak lagi outsourcing lintas negara pada saat ini bisa dianalogikan sebagai potensi ekonomi globalisasi yang sangat besar dan sedang diperebutkan oleh berbagai negara yang memiliki SDM yang tangguh. Terkait dengan postur ASN, pemerintah daerah sebaiknya mulai mengirimkan para pemuda lulusan SMA untuk kuliah di negara maju. Para pemuda itu sejak dini diproyeksikan menjadi andalah untuk meraih beragam jenis outsourcing global untuk daerahnya.
Namun, dalam mengejar potensi dan berkah globalisasi itu, sebaiknya memiliki sistem dan regulasi yang baik disertai dengan pengembangan SDM sejak dini khususnya sejak dibangku sekolah mengengah diperkenalkan dengan bidang-bidang andalan outsourcing global. Para mahasiswa yang belajar di perguruan tinggi luar negeri biasanya lebi adaptif dan cukup waktu menguasai potensi berbagai jenis outsourcing dari perusahaan multinasional.