Rabu, 18 Mei 2016

KONFERENSI PERS MENYAMBUT HARI KEBANGKITAN NASIONAL TAHUN 2016


KONFERENSI PERS
MENYAMBUT HARI KEBANGKITAN NASIONAL TAHUN 2016

“Kebangkitan Bangsa dengan Memaksimalkan Bonus Demografi
Menuju SDM Canggih & Unggul Indonesia 2030”

Kebangkitan nasional menjadi ambisi dan visi para pemimpin pemerintahan dari waktu ke waktu. Begitupun para Presiden RI memiliki kiat atau mahzab tersendiri untuk muwujudkan kondisi kebangkitan bangsa. Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla memiliki kiat tersendiri untuk menuju kebangkitan nasional. Karena latar belakang kedua tokoh bangsa ini adalah saudagar atau pedagang, tentunya visi kebangkitan nasional  tersebut diwarnai strategi ala saudagar. 

Esensi dari gerakan kebangkitan nasional adalah melakukan transformasi terhadap bangsa. Khusunya transformasi demokratik dan daya saing SDM bangsa. Pada era kepemimpinan Bung Karno api Kebangkitan nasional terus menyala-nyala membakar semangat setiap warga bangsa. Tak bisa dimungkiri Bung Karno adalah promotor kebangkitan nasional yang handal. 

Peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) ke-108 tahun 2016 hendaknya bisa menyadarkan rakyat tentang arti dan makna kebangkitan nasional yang esensial. Negeri ini membutuhkan pemimpin yang otentik semacam Wahidin Soedirohoesodo, Soetomo, Soerjadi Soerjaningrat, dan Tjipto Mangoenkoesoemo. Selain itu juga dibutuhkan tokoh bangsa yang mampu menggerakkan segenap potensi bangsa untuk bangkit dan tinggal landas dalam berbagai sektor kebangsaan. Pemimpin pusat dan daerah harus mampu merubah kondisi inferior menjadi sebuah gelora rallying cry atau semangat kebangsaan yang menjadi energi untuk tinggal landas menuju kemajuan. 

Visi kebangkitan nasional ala saudagar tersirat dalam langkah dan kebijakan pemerintahan Jokowi yang tertuang dalam 12 paket kebijakan ekonomi. Setumpuk paket itu esensinya adalah memperlancar kegiatan para pengusaha yang notabene adalah saudagar berbagai kelas. Sederet paket tersebut juga diharapkan bisa membangkitkan saudagar lokal berlabel UMKM dan mencetak saudagar muda intelektual yang berjiwa kreatif dan inovatif.

Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah Jokowi ke-12 yang diumumkan 28 April 2016 berfokus kepada mempermudah aktivitas UMKM. Dengan sederet paket ekonomi tersebut Jokowi berambisi  menaikkan peringkat Ease of Doing Business(EODB) atau Kemudahan Berusaha Indonesia hingga ke posisi 40 dunia. Untuk itu harus dilakukan sejumlah perbaikan, bahkan upaya ekstra, baik dari aspek peraturan maupun prosedur perizinan dan biaya, agar peringkat kemudahan berusaha di Indonesia, terutama bagi UMKM. 

Visi kebangkitan nasional ala saudagar sesuai dengan teori pakar ekonomi David Mike Dallen yang menyatakan bahwa suatu negara akan bangkit dan terwujud  kemakmuran bila jumlah pengusaha sedikitnya dua persen dari jumlah penduduknya. Sebagai contoh, jumlah pengusaha di Singapura telah mencapai 7,2 persen Malaysia 5 persen, dan Thailand 4,5 persen. Dengan demikian untuk mencapai kebangkitan dan kemakmuran di Indonesia perlu meningkatkan sepuluh kali lipat atau mencetak sekitar 7 juta pengusaha lagi. 

Pengalaman di Amerika  Serikat menunjukan hampir seluruh perguruan tinggi mempunyai program khusus untuk mendorong kewirausahaan sehingga mampu mencetak pengusaha muda yang tangguh. Menurut data statistik 30 persen dari semua wirausahawan di Amerika Serikat berusia sekitar 30 tahun atau dikategorikan sebagai kaum muda.

Visi kebangkitan nasional ala saudagar juga terartikulasi dalam pembangunan berbagai infrastruktur yang penting bagi kegiatan ekonomi. Sayangnya pembangunan infrastruktur tersebut kurang terkonsep dengan baik dan terlihat tergesa-gesa tanpa disertai strategi transformasi teknologi dan persiapan SDM berkompeten yang matang. Akibatnya beberapa infrastruktur yang dibangun kurang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi industri lokal dan perluasan kesempatan kerja. Bahkan pembiayaan infrastruktur yang bertumpu kepada utang itu terlihat tidak disertai dengan aspek pengawasan kualitas bangunan dan kinerja struktur yang baik.
 
Apalagi pembangunani infrastruktur di pusat maupun daerah banyak mengandung sederet masalah teknis, sosiologis maupun ketidakpastian hukumnya. Pemerintah Jokowi harus cepat mengatasi berbagai kasus proyek infrastruktur yang berkualitas rendah. Celakanya hingga kini negeri ini juga kekuranganSDM yang memiliki kompetensi dibidang Quantity Surveyor yang tugas profesinya menyangkut perhitungan dan analisa biaya proyek infrastruktur. Selain itu pembangunan berbagai proyek infrastruktur kurang melibatkan aspek audit teknologi yang bertujuan untuk mengendepankan kepentingan komponen lokal dan melibatkan seluas-luasnya tenaga kerja lokal serta menekan sedikit mungkin tenaga kerja asing (TKA).

Esensi Kebangkitan Nasional tidak bisa dijalankan secara “hantam kromo” atau serta merta begitu saja. Tetapi membutuhkan milestones bangsa dan strategi transformasi. Ada baiknya membandingkan visi kebangkitan nasional ala saudagar dengan visi ala teknolog. Visi kebangkitan nasional ala teknolog terwakili dalam strategi transformasi BJ Habibie yang terartikulasikan kedalam tajuk tinggal landas dan alih teknologi. Yakni lewat pembangunan SDM teknologi yang sangat aprogresif dengan jalan pengiriman lulusan SMA terbaik dari seluruh pelosok negeri untuk kuliah di pusat peradapan dunia dan pusat iptek di negara maju. Untuk menuju tinggal landas BJ Habibie mengedepankan kekuatan kapasitas otak "one million mega-bytes" dari SDM bangsa.

Ada benang merah visi kebangkitan nasional antara Bung Karno, BJ Habibie dan Jokowi. Visi ketiganya bertemali dalam karakter ascensionisme bangsa yakni sifat dan kecenderungan akan hal-hal yang besar, unggul dan megah.  Visi Bung Karno ditangkap dan disesuaikan dengan kemajuan jaman oleh BJ Habibie.  

Salah satu contoh visi dan konsep Bung Karno terlihat dalam pembangunan Ibukota negara dengan berbagai monumen, termasuk Mesjid Istiglal, Gelora Bung Karno (GBK) dan lainnya. Hal itu merupakan usaha mega-estetik Bung Karno  dalam memberikan baju budaya untuk membangun national character building. 

Pada sisi BJ Habibie, kecenderungan ascensionisme ini terartikulasikan dalam sebuah visi penguasaan hi-tech atau teknologi tinggi. Langkahnya untuk mendirikan wahana industrialisasi berbasis hi-tech dan pusat iptek degan strategi yang sangat progresif yakni berawal dari akhir dalam alih teknologi searah dengan visi Bung Karno. Puncak dari artikulasi visi Presiden RI ketiga dimanifestasikan kedalam Hakteknas (Hari Kebangkitan Teknologi) sebagai tonggak kebangkitan nasional kedua.  
 
Makna dan semangat Hari Kebangkitan Nasional pada saat ini diwarnai kelangkaan budi utomo dikalangan elite bangsa. Budi utomo dalam bahasa Sansekerta berarti perilaku baik atau budi pekerti yang luhur. Ironisnya, gerakan reformasi yang mengakhiri kekuasaan Presiden Soeharto justru menghasilkan elite bangsa yang belum mampu mentransformasikan bangsa ini menjadi unggul dengan nilai-nilai kebangsaan yang kokoh. Kualitas dan kepribadian elite politik pada era revolusi kemerdekaan ternyata lebih baik. Sehingga mereka mampu melakukan perubahan cepat dengan energi kebangsaan yang menggelora. Mentalitas dan kepribadian elite politik pada era kemerdekaan bangsa sangat berbeda dengan elite politik pada saat ini. 

Elite politik sekarang ini cenderung mengkhianati rakyat dan kurang bertanggung jawab terhadap proses kemajuan bangsa. Hal itu terbukti dengan semakin banyak elite politik baik yang duduk sebagai pejabat eksekutif maupun legislatif sekarang ini yang terlibat korupsi dan kasus-kasus yang tidak terpuji. Namun begitu, jiwa dan semangat kebangkitan nasional tidak boleh padam.

*) BIMO JOGA SASONGKO, President Director & CEO Euro Management Indonesia






 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar