Minggu, 24 Februari 2019

Mengatasi Defisit Guru Vokasional


Oleh Bimo Joga Sasongko | Jumat, 22 Februari 2019 | 9:42

Mewujudkan profesionalitas guru vokasional atau kejuruan merupakan keniscayaan bangsa yang tengah memasuki era industri 4.0. Kebutuhan terhadap guru produktif untuk meneguhkan industrialisasi nasional perlu terobosan. Guru produktif tidak mesti dilahirkan dari bangku universitas kependidikan. Mereka bisa saja berlatar belakang ahli teknik, inovator, bahkan juga para start-up atau pengusaha rintisan.

Mayoritas sekolah kejuruan di Tanah Air, postur tenaga pengajarnya masih didominasi oleh kategori guru nomatif-adaptif atau guru umum yang mengajar mata pelajaran seperti Agama, PPKn, Matematika, bahasa Indonesia, dan lain-lain. Sedangkan kategori guru produktif yang mengajar anak-anak sesuai dengan bidang keahlian yang dipilih persetasenya masih kecil, di bawah 30%.

Untuk mencetak guru produktif yang sesuai dengan perkembangan zaman tidak mudah. Perlu terobosan dan program yang massif di seluruh daerah. Desentralisasi pendidikan dan mengalirnya sebagian besar anggaran pendidikan nasional ke daerah menuntut kepala daerah untuk mencetak guru produktif dalam jumlah yang cukup untuk menggerakkan dan mengembangkan potensi daerah masing-masing. Pemerintah daerah jangan kepalang tanggung dalam mencetak guru produktif.

Terobosan mesti segera dilakukan. Antara lain dengan memberikan bea siswa kepada masyarakat yang berprestasi untuk belajar ke luar negeri sesuai dengan kategori dan bidang guru produktif yang diperlukan. Apalagi berbagai bidang teknologi dan produksi belum bisa diajarkan di perguruan tinggi dalam negeri. Atau masih terbatas sekali kapasitasnya, di lain pihak kebutuhan industri yang sangat besar sudah di depan mata.

Keniscayaan, pemda perlu membuat skema beasiswa ikatan dinas belajar di luar negeri untuk memenuhi kebutuhan guru produktif setiap tahunnya. Universitas di negara maju telah melengkapi program studi hingga mencakup bidang yang sesuai dengan perkembangan industri kreatif dan proses produksi yang sesuai dengan revolusi Industri 4.0.

Sementara kondisi universitas di Tanah Air prodinya masih stagnan. Itulah mengapa Presiden Jokowi dalam kunjungannya ke beberapa perguruan tinggi selalu meminta dibuka prodi baru yang lebih relevan dengan semangat zaman. Pemerintah daerah yang telah diguyur anggaran pendidikan nasional dalam jumlah yang besar mestinya bisa mengalokasikan anggaran untuk mengatasi deficit guru produktif.

Jika kondisi deficit tersebut terlambat diatasi maka Indonesia kehilangan momentum untuk mencetak sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni penggerak industrialisasi. Mencetak guru produktif sekaligus bisa membangkitkan SDM di perdesaan, khususnya daerah terpencil atau kabupaten yang masih terbelakang.

Perlu terobosan untuk membangkitakn SDM perdesaan lewat pendidikan. Seperti yang pernah diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pujiastuti, agar mengirim guru SMK kejuruan perikanan dari daerah terpencil untuk kuliah di Jepang guna mendalami teknologi budidaya dan proses nilai tambahnya. Terobosan memberikan beasiswa ikatan dinas bagi siswa berprestasi dari sekolah menengah untuk belajar di luar negeri patut diapresiasi dan diperluas.

Mencermati struktur APBN tahun 2019 terlihat bahwa tanggung jawab dan distribusi anggaran pendidikan telah dilimpahkan kepada daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota. Sayangnya pelimpahan tersebut belum disertai dengan kesiapan daerah dalam mengelola anggaran sehingga tepat sasaran dan bisa mendorong program unggulan.

APBN tahun 2019 mencapai Rp 2.461,1 triliun. Sebanyak 20% dari anggaran tersebut atau sebesar Rp 492,5 triliun diperuntukkan bagi sektor pendidikan. Dari anggaran sektor pendidikan tersebut, sebesar Rp 308,38 triliun atau 62,62% ditransfer ke daerah.

Sisanya, didistribusikan kepada 20 kementerian/ lembaga yang melaksanakan fungsi pendidikan. Kemendikbud terus menambah skema ser tifikasi kompetensi bagi guru dan tenaga kependidikan jenjang SMK. Tahun ini, Kemendikbud menetapkan sebanyak 81 kompetensi keahlian bagi guru produktif.

Skema sertifikasi mengikuti Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012. Payung hukum ini mencantumkan sertifikasi profesi terdiri atas sertifikat satu hingga Sembilan pada jenis profesi. Skema ini berlaku secara nasional dan direncanakan berlaku secara baku bagi lingkup internasional.

Revitalisasi dan reorientasi vokasional kini menjadi agenda penting pendidikan nasional. Apalagi Presiden Joko Widodo menekankan perlu langkah perbaikan yang konkret terhadap sistem pelatihan atau program vokasional utamanya yang ada di pelosok Tanah Air.

Kepada menteri terkait Presiden memerintahkan dengan segera revitalisasi vokasional. Dengan cara menyiapkan sekolah atau pelatihan kejuruan sesuai dengan kebutuhan industri dan dunia usaha. Khususnya vokasional yang terkait sektor unggulan seperti maritim, pariwisata, pertanian dan industry kreatif.

Persaingan global dan regional semakin mempertegas tak ada kata atau kalimat lain yang lebih penting, selain memperbaiki secara totalitas produktivitas dan nilai tambah lokal. Sektor pertama yang mesti dibenahi adalah sektor industri pengolahan agar bisa memainkan peran yang lebih besar dalam perekonomian Indonesia.

Saatnya sektor industri pengolahan berkontribusi untuk mendongkrak perekonomian dan menyediakan sumber pekerjaan yang berkualitas bagi angkatan kerja.

Saatnya bagi pemerintah daerah bersinergi dengan para guru produktif untuk merancang sebaikbaiknya link and match antara lembaga pendidikan kejuruan dan sektor industri. Dengan langkah itu daerah bisa mengembangkan tenaga kerja serta portofolio kompetensi dan profesi yang cocok bagi warganya. Khususnya portofolio yang berbasis sumber daya lokal.

Bimo Joga Sasongko, Lulusan FH Pforzheim Jerman. Pendiri Euro Management Indonesia




Minggu, 27 Januari 2019

Capres dan Produk Nasional


Pikiran Rakyat, Jum’at 25 Januari 209 / 19 Jumadil Awal 1440 H

Oleh Bimo Joga Sasongko

DEBAT calon presiden (capres) menjadi forum yang tepat untuk evaluasi dan mencari solusi tentang produk nasional yang tengah kesulitan bersaing. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sepanjang 2018 neraca perdagangan mengalami defisit yang mencapai angka 8.57 miliar dolar AS. Defisit tersebut paling parah sepanjang satu dasawarsa terakhir.

Salah satu indikator kebangkitan nasional bisa dilihat dari kondisi dan daya saing produknya. Para capres dan cawapres perlu curah pikir untuk mengembangkan SDM terkait dengan usaha positioning produk nasional di tengah persaingan sengit antarnegara.

Positioning adalah mengidentifikasi lagi posisi pesaing lalu mengambil posisi setaraf dengan pesaing dengan metode baru atau langkah terobosan. Keniscayaan, positioning produk nasional diwarnai bermacam disrupsi teknologi dan datangnya era Industri 4.0.

Publik kecewa dengan kinerja ekspor nasional. Kekecewaan tersebut ditunjukkan dengan membandingkan nilai ekspor RI yang ketinggalan dari negara tetangga. Sebagai bangsa besar seharusnya kinerja ekspor kita tidak kalah oleh Thailand, Vietnam, dan Malaysia. Apalagi kapasitas dan sumber daya alam dan jumlah SDM yang dimiliki Indonesia jauh lebih besar.

Sebagai catatan, Thailand mampu menghasilkan 231 miliar dolar AS dari ekspor. Tertinggi di Asia Tenggara. Malaysia 184 miliar dolar AS, dan Vietnam mencapai 160 miliar dolar. Sementara Indonesia, hanya 145 miliar dolar AS.

Untuk menggenjot ekspor produk nasional tidak cukup lewat pameran perdagangan dengan skala local hingga global. Perlu dicari terobosan yang bisa menggenjot perdagangan sekaligus menjadi sistem bagi pengusaha untuk bertukar informasi tentang produk unggulan.

Terkait dengan usaha Positioning produk nasional, ada baiknya kita mengkaji peta yang menggambarkan aliran produk yang terjadi. Seperti dalam elaborasi oleh Peter Dickens dalam bukunya Global Shift : Mapping The Changing Contours of the World Econom.

Buku itu merekomendasikan kepada bangsa-bangsa pentingnya merancang ulang mata rantai jaringan produksi global dan selalu fokus pada pasar dan kematangan produk. Hal itu sangat relevan, di tengah banyaknya perusahaan di tanah air yang kini menghadapi ketidakseimbangan biaya bahan baku yang diimpor dengan hasil penjualan produk yang diekspor, atau diserap dalam pasar domestik.

Usaha memacu perdagangan produk nasional sangat tergantung pada sistem logistik. Perlu menetapkan produk atau komoditas penggerak utama dalam suatu tatanan jaringan logistik dan rantai pasok, tata kelola, serta tata niaga yang efektif dan efisien. 

Saatnya mengintegrasikan simpul-simpul infrastruktur logistic, baik simpul logistik (logistics node) maupun keterkaitan antar simpul logistik (logistics link) yang berfungsi untuk mengalirkan barang dari titik asal ke titik tujuan. Simpul logistik meliputi pelaku logistik dan konsumen; sedangkan keterkaitan antarsimpul meliputi jaringan distribusi, jaringan transportasi, jaringan informasi, dan jaringan keuangan, yang menghubungkan masyarakat pedesaan, perkotaan, pusat pertumbuhan ekonomi, antarpulau maupun lintas Negara

SDM Logistik

Volume perdagangan nasional sangat dipengaruhi oleh kinerja logistik. Kapasitas sumber daya manusia di bidang logistik masih memperihatinkan, sehingga perlu ditingkatkan. Kebutuhan tenaga-tenaga yang kompeten di sektor logistik tidak hanya diperlukan untuk pengembangan sistem logistik nasional, tetapi juga dalam menghadapi liberalisasi tenaga kerja.

Dibutuhkan strategi yang mampu mengembangkan SDM dengan kompetensi dan profesi logistik berstandar internasional. SDM logistik yang terpercaya, baik pada tingkat operasional, manajerial dan strategis, dan mencukupi kebutuhan nasional untuk mewujudkan efisiensi dan efektivitas kinerja sistem logistik nasional.

Untuk mengembangkan SDM logistik perlu dilakukan klasifikasi dan penjenjangan profesi logistik, serta pendirian lembaga pendidikan logistik baik melalui jalur akademik, jalur vokasi, maupun jalur profesi. Terkait dengan pendidikan profesi logistik, asosiasi terkait dengan logistik seperti ALI dan ALFI perlu bekerja sama dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) untuk membentuk badan akreditasi profesi logistik  dan lembaga asesor yang memberikan sertifikat profesi.

Usaha mewujudkan Pelaku Logistik (PL) dan Penyedia Jasa Logistik (PJL) yang mampu menjadi pemain lokal kelas dunia (world class local players) perlu mendirikan program studi atau prodi logistik di perguruan tinggi dan sekolah vokasi. Sekolah menengah kejuruan perlu menekankan jurusan logistik, sehingga bisa dihasilkan teknisi logistik yang memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menangani berbagai bidang. Di antaranya transporting, warehousing, freight forwarding.export-import, cargo and shipping, logistics information service, taxation, dan lain-lain.

Tantangan globalisasi salah satunya adalah menguatkan perdagangan domestik agar tetap mampu bersaing. Sesuai dengan pesatnya teknologi informasi, maka ranah perdagangan memerlukan sistem informasi perdagangan yang meliputi hal-hal terkait harga suplai, dan distribusi untuk menghindari adanya assymetric information yang dapat memicu kartel dan monopoli harga

Faktor penting terkait perdagangan adalah mengenai Stan dar Nasional Indonesia (SNI). Dalam Pasal 69 RUU Perdagangan disebutkan bahwa pelaku perdagangan atau penyedia yang tidak memenuhi SNI dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar. Pada era sekarang ini perlu dorongan kuat penerapan SNI yang disertifikasi oleh kementerian dan lembaga teknis terkait dan diawasi oleh Kementerian Perdagangan sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing dan perlindungan konsumen.



Pada era liberalisasi perdagangan yang diwarnai dengan perang dagang perlu peraturan yang bisa melengkapi UU Perdagangan terkait dengan mutu dan infrastruktur mutu pendukungnya. Termasuk standar, penilaian kesesuaian, metrologi, dan aspek logistik. Apalagi di kalangan industri lokal masalah standardisasi hingga kini masih menjadi masalah laten. Masih kecil jumlah atau persentase produk nasional yang sudah meraih SNI.***

Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie dan Pendiri Euro Management Indonesia








Senin, 21 Januari 2019

Debat dan Masa Depan Bangsa





Kamis, 17 Januari 2019 | 01.00

 Oleh Bimo Joga Sasongko



Acara debat Pilpres 2019 yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebanyak lima putaran, yang dimulai hari ini, jangan sekadar tahapan pemilu. Biaya Pemilu 2019 yang mencapai 24,8 triliun rupiah harus bisa memberi nilai tambah yang berarti bagi masa depan bangsa berupa pemikiran strategis dan gagasan cemerlang dalam mendorong bangsa berdaya saing global.



Selain melancarkan transformasi demokratik, tahapan pemilu seperti acara debat mesti menghasilkan sesuatu yang sangat esensial bagi masa depan bangsa seperti gambaran dan gagasan bersama tentang purwarupa (wajah awal) Indonesia, setidaknya hingga tahun 2030. Cakrawala debat pilpres mesti menjangkau ekosistem Indonesia 2030 dengan berbagai tantangannya. Untuk itu, kandidat mesti mampu menyajikan purwarupa Indonesia ke depan. Hal itu bisa menyemangati bangsa Indonesia untuk mewujudkan kemajuan dalam milestones yang cepat.



Visi-misi yang baik bisa dianalogikan sebagai purwarupa atau arketipe. Dalam bidang desain produk otomotif purwarupa merupakan sebuah prototype (tipe perdana). Ini dibuat sebelum diproduksi massal atau khusus untuk pengembangan sebelum dibuat dalam skala yang sebenarnya. Eksistensi prototipe sangat menentukan kecepatan produksi dan keunggulan produk menghadapi pesaingnya. Kemampuan para capres dan cawapres mendiskripsikan purwarupa dalam bentuk lisan maupun tulisan menjadi tolok ukur setinggi apa visi seorang pemimpin.



Purwarupa Indonesia sangat penting karena dalam menjalankan pembangunan bangsa saat ini tidak ada lagi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang disusun Majelis Permusyawaratan Rakyat. Maka, visi-misi yang disertai purwarupa bisa menjadi acuan pembangunan nasional. Untuk itu, visi-misi capres harus sesuai dengan semangat zaman. Jadi, tidak sekadar menyusun dokumen pembangunan. Dia harus juga termasuk menyusun metode untuk mewujudkan kekuasaan atau pemerintahan yang efektif dan berdaya saing. Rumusan visi-misi sebagus apa pun, percuma tanpa sistem kekuasaan tidak efektif.



Visi-misi hendaknya mengena pada generasi muda dan jangan golput. Semua harus memilih pemimpin yang memiliki mental disiplin tinggi, ulet, dan gesit, meskipun menghadapi bermacam rintangan. Pemilu adalah pesta demokrasi yang harus dalam kondisi sukacita, bukan penuh ketegangan dan saling curiga. Kemenangan seyogianya menjadi milik bangsa yang bisa mengantar rakyat maju pada 2030.



Para cendekiawan dan beberapa lembaga dunia yakin dengan proyeksi Indonesia 2030 akan mampu menjadi negara maju berpendapatan per kapita 15 ribu dollar AS. Skenario itu berhasil jika segenap bangsa mampu mewujudkan disiplin tinggi dan kerja keras. Pelaksanaan pemilu harus disertai jiwa besar seluruh peserta demi persatuan Indonesia yang telah digariskan para pendiri bangsa. Hubungan personal dan sosial harus lebih baik, bukan sebaliknya.



Dibutuhkan semangat dan nilai baru yang lebih relevan sesuai dengan perkembangan zaman. Kemajuan bangsa bisa terwujud dengan mentalitas kerja keras dan terus-menerus berpikir cerdas. Semua itu demi berhasilnya proyeksi Indonesia 2030 sembari terus berinovasi.



Tidak Mudah



Mewujudkan tatanan kemajuan Indonesia 2030 tidaklah mudah. Lihat saja data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2016 Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai 12.406,8 triliun. Sementara itu, pendapatan per kapita baru mencapai 47,96 juta atau 3.605 dollar AS. Rilis BPS berikutnya menyatakan, perekonomian Indonesia 2017 yang diukur berdasarkan PDB atas dasar harga berlaku mencapai 13.588,8 triliun dengan perkapita 51,89 juta atau 3.876 dollar AS.



Menurut kaidah internasional, Indonesia akan menjadi negara maju pada 2030 jika berpendapatan tinggi (high income country/HIC) per kapita 15 ribu dollar AS. Untuk itu, dibutuhkan SDM yang mampu mewujudkan pertumbuhan ekonomi tinggi berkelanjutan dari sumber sektor manufaktor.



Ada sementara pihak yang kurang yakin dengan proyeksi Indonesia 2030 bisa terwujud karena melihat data yang mustahil bisa dicapai. Misalnya, memerlukan keajaiban untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 13 persen guna mencapai pendapatan perkapita 15 ribu dollar AS dengan pertimbangan depresiasi rupiah 0,8 persen dan pertumbuhan penduduk 1,1 persen.



Kalangan yang pesimistis ini menyatakan, angka-angka tadi amat sulit diwujudkan. Namun, sebagai bangsa pejuang, kita harus yakin terhadap skenario kemajuan Indonesia 2030. Hanya, memang segenap bangsa harus bekerja keras dan memeras pikiran agar Indonesia tidak terjebak sebagai negara berpendapatan menengah (middle income trap/MIT). Jebakan itu membuat Indonesia tidak bisa masuk sebagai negara industri maju berpendapatan tinggi. Sebab kehilangan sumber yang mampu mendorong pertumbuhan ekononi lebih cepat dari laju inflasi.



Untuk lepas dan terbebas dari jebakan MIT tidak ada jalan, selain menyiapkan SDM yang inovatif dan berdaya saing Iptek. SDM harus mampu mewujudkan pertumbuhan ekonomi bersumber pada industri manufaktur dengan mesin penggerak produktivitas yang tinggi. Platform nilai tambah produksi tinggi dan terwujudnya UMKM berorientasi ekspor merupakan prasyarat penting untuk mewujudkan skenario Indonesia 2030.



Hasil pemilu sangat menentukan arah pendidikan yang mesti menghasilkan postur ideal SDM nasional berdaya saing global. Keberhasilan pendidikan kunci kebangkitan suatu bangsa. Lembaga internasional PricewaterhouseCoopers (PwC) pada 2017 mengeluarkan hasil kajian dan prediksi bahwa Indonesia berdasarkan market exchange rate (MER) pada tahun 2030 akan berperingkat ke-9 PDB terbesar dunia. Itu berarti menjadi peringkat ke-8 berdasakan purchase power parity (PPP).



Prediksi PwC tersebut bisa menjadi kenyataan jika ada strategi pembangunan tepat yang didukung jumlah SDM berdaya saing iptek. SDM tersebut tidak hanya berprofesi sebagai birokrat. Terpenting mereka mau terjun secara total sebagai pengusaha atau wiraswasta berbasis lokal.



Penulis Lulusan FH Pforzheim Jerman





Senin, 14 Januari 2019

Ketajaman Debat Capres


Selasa 15 Jan 2019 05:53 WIB

Oleh: Bimo Joga Sasongko, Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE)/Alumnus FH Pforzheim Jerman.

REPUBLIKA.CO.ID,

Seluruh rakyat sedang menantikan acara debat capres dan cawapres yang akan berlaga dalam Pemilu Presiden (Pilpres) 2019. Sebuah keniscayaan, publik menginginkan faktor ketajaman dalam debat pilpres. Tajamnya debat capres, bisa menyemangati bangsa Indonesia yang sedang membutuhkan pemimpin tangguh yang visioner. Pemimpin yang memiliki mimpi besar, penggagas yang hebat, dan pelaksana pembangunan yang gigih.



Kepemimpinan nasional ke depan harus mampu melingkupi lintas bidang keilmuwan yang memiliki stamina tubuh dan kesehatan prima. Keringatnya sering bercucuran karena sibuk menyelesaikan masalah aktual di lapangan. Dalam prodi kebudayaan, tipologi sosok pemimpin di atas disebut poliglotisme. Dia tidak hanya mahir berwacana dalam bahasa ibu, tetapi juga piawai dalam pergaulan global untuk mengenalkan visinya kepada warga dunia.



KPU menyelenggarakan lima putaran debat antarpasangan calon (paslon) yang mengikuti Pilpres 2019. Debat bertujuan memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang visi dan misi masing-masing kandidat.



Ada manfaat lain, yakni rakyat bisa melihat kapasitas berpikir dan gaya kepemimpinan kandidat yang mengendalikan pemerintahan lima tahun ke depan. Kini, rakyat mengharapkan pejabat pemerintahan bertipe //civil servant// yang cerdas dan berempati. Debat capres bisa mencerahkan rasionalitas publik. Visi capres-cawapres yang akan berlaga dalam Pilpres 2019 harus bersumber dari Pancasila yang merupakan dasar negara sekaligus visi esensial bangsa yang eksistensinya telah mendunia.



Dalam implikasi pembangunan bangsa, visi dan misi para capres otomatis menjadi haluan pembangunan bangsa. Karena, pada saat ini tidak ada lagi Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang disusun Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Karena tidak ada GBHN, visi-misi dan konten debat capres menjadi rancangan besar pembangunan nasional. Oleh sebab itu, pentingnya visi dan misi capres yang sesuai dengan semangat zaman.



Visi dan misi tidak sekadar menyusun dokumen pembangunan, tetapi juga termasuk menyusun metode mewujudkan kekuasaan atau pemerintahan efektif dan berdaya saing. Rumusan visi dan misi sebagus apa pun, percuma jika sistem kekuasaan tidak efektif.



Faktor penting mewujudkan pemerintahan efektif dan berdaya saing tinggi adalah SDM bangsa yang unggul. Perlu memperhatikan dua hal mendasar, yakni estafet kepemimpinan dalam berbagai lini serta penyiapan SDM unggul yang akan menjalankan transformasi bangsa.



Tranformasi menjadi negara maju mustahil tanpa SDM unggul. Namun, belum ada SDM unggul visioner dan bisa menyusun cetak biru hebat didukung expert system untuk rencana pembangunan, pembuatan keputusan, dan pengendalian pembangunan. Sebagai catatan, expert systems yang banyak dipakai negara maju biasanya dibuat atas kerangka kerja fakta dan jawaban terhadap situasi yang sudah dianalisis secara valid dan terstandardisasi.



Menjelang acara debat capres putaran pertama masih tampak suasana kaku seluruh timses paslon. Meskipun semua paslon tampak semangat dalam persiapan berdebat, semua paslon hendaknya jangan mengalami defisit sense of humor. Sebab, faktor humor dalam debat politik sangat penting. Menurut penelitian konsultan SDM internasional Hay Group, tipe kepemimpinan atau manajemen paling efektif pada era sekarang adalah yang bisa menimbulkan rasa humor.



Eksploitasi humor telah menjadi tren global, terutama di korporasi global.



Warga dunia butuh transformasi budaya kerja dari yang serbakaku dan terburu waktu menjadi ruang atau situasi kerja nyaman dan mampu berbagi emosi serta empati dari para pemimpin yang diwarnai dengan humor segar. Menikmati suguhan humor dari politisi yang sedang berkampanye bisa memberikan rasa senang dan penghargaan. Humor telah terbukti secara empiris dapat memberikan efek positif terhadap peningkatan kualitas interaksi antara politisi dan publik.



Penggunaan humor dalam memperbaiki kualitas interaksi dan komunikasi mesti didukung oleh teori dan logika yang memadai. Acara debat capres diharapkan bisa membangkitkan sikap kritis masyarakat yang pada gilirannya bisa mewujudkan transformasi demokratik di negeri ini dalam berbagai tingkatan dan bidang profesi.



Transformasi demokratik juga akan terartikulasikan ke dalam gerakan membongkar feodalisme dalam domain partai politik. Melalui debat, masyarakat bisa menakar gagasan, inisiatif, dan solusi paslon terkait pengembangan potensi warga negara.



Faktor kreativitas dan inovasi menjadi penting dalam kampanye pilpres untuk merebut hati pemilih dan memenangkan pertarungan politik. Masa depan dunia akan diwarnai fenomena luar biasa yang disebut ideagora.



Paslon dalam Pilpres 2019 hendaknya menekankan hakikat pasar ideagora. Hal itu terlihat dari gereget masyarakat yang menganggap paslon tidak sekadar penyalur aspirasi politik, tetapi juga pasar bagi gagasan, inovasi, dan pemikiran bagi kepentingan publik. Istilah ideagora berasal dari kata agora dalam bahasa Yunani kuno, yakni arena yang menjadi pusat aktivitas politik dan perdagangan bagi warga Athena waktu itu.



Pesatnya perkembangan teknologi digital membuat ideagora menjadi fungsi yang sangat strategis dan spesifik karena menjadikan pasar gagasan, inovasi, dan inisiatif yang cemerlang dapat diakses dan dikembangkan lebih lanjut oleh siapa pun.



Dalam konteks di atas, organisasi atau perseorangan dapat memanfaatkan aplikasi digital untuk membangun produk dan jasa yang baru dengan lebih cepat dan efisien dibandingkan sebelumnya. Mekanisme di atas disebut pasar ideagora.



Mekanisme itu terlihat pada pitching dalam domain bisnis startup. Pitching merupakan kesempatan menyampaikan ide bisnis model di hadapan venture capital agar dipilih dan mendapatkan modal sosial serta pendanaan yang cukup.



Tak bisa dimungkiri, era revolusi industri 4.0 saat ini harus bisa dimanfaatkan para pemimpin bangsa untuk mengembangkan model bisnis dan mencetak startup atau usaha rintisan sebanyak-banyaknya. Peradaban era 4.0 akan menempatkan usaha rintisan sebagai jenis pekerjaan masa depan warga bangsa yang sangat strategis.



Kamis, 13 Desember 2018

Nusantara dan Pengawasan Wilayah

Bimo Joga Sasongko, Ketua Umum IABIE, Pendiri Euro Management Indonesia

Republika Jum’at, 14 Desember 2018

Hari Nusantara yang diperingati setiap 13 Desember menekankan arti penting Deklarasi Juanda 1957 sebagai konsepsi kewilayahan untuk mewujudkan Wawasan Nusantara.

Peringatan Hari Nusantara mengingatkan segenap bangsa agar jangan lengah dan lemah dalam mewujudkan kedaulatan wilayah secara utuh. Patut diperhatikan, kini ada masalah yang masih mengganjal kedaulatan bangsa dan melukai perasaan rakyat. Yakni, adanya kontrol sebagian ruang udara Indonesia yang masih dikendalikan oleh negara tetangga.

Negara tetangga yang wilayahnya sebesar kota itu hingga kini masih menguasai Flight Information Regional (FIR), terkait pengaturan lalu lintas udara bagian barat Indonesia, yakni ruang udara di Kepulauan Riau, Kepulauan Natuna, dan perairannya.

Masalah tersebut hingga kini masih berlarut-larut dan belum berhasil diambil alih oleh otoritas terkait di Indonesia. Pemerintahan sudah silih berganti, tetapi masalah tersebut terus mengganjal. Inilah batu ujian pemerintah dan Panglima TNI yang baru untuk segera menuntaskan kewibawaan Wawasan Nusantara.

Masalah FIR mestinya bisa dituntaskan paling lambat 2018, karena semua infrastruktur dan SDM berkompeten sebenarnya sudah disiapkan, yaitu dengan adanya Jakarta Automated Air Traffic Service (JAATS) yang sebenarnya sudah mampu mengendalikan lalu lintas udara di wilayah Indonesia Barat secara utuh dan penuh wibawa.

Hari Nusantara menjadi peringatan keras bagi setiap generasi bangsa agar mampu melakukan pengawasan wilayah NKRI secara efektif yang menggunakan teknologi terkini.

Sesuai dengan era Industri 4.0.

Memasuki tahun 2019, segenap bangsa jangan terlena dengan urusan pesta demokrasi. Justru memasuki 2019, ada masalah tersembunyi sehingga perlu menyempurnakan agenda bela negara yang paling esensial.

Hal itu adalah kemampuan menjaga kedaulatan wilayah negara dengan sistem ter- kini. Untuk itu, perlu meneguhkan industrialisasi dan transformasi teknologi perta hanan. Perlu perencanaan strategis pengelolaan SDM bangsa sebagai sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara.

Target agenda bela negara tahun 2019 adalah meneguhkan sistem pengawasan daratan, laut, udara, serta garis perbatasan negara. Wawasan Nusantara kini harus difokuskan pada doktrin yang tidak lengah sedetik pun dalam menjaga kedaulatan bangsa karena ditunjang SDM ahli dan infrastruktur canggih.

Indonesia yang juga memiliki banyak pulau kecil strategis secara posisi ataupun potensi ekonomi harus selalu dijaga. Sayangnya, sifat strategis tersebut belum didayagunakan secara optimal. Pembangunan dan pengusahaan masih sulit dilakukan.

Pendekatan geospasial, yaitu dengan data dan informasi yang bereferensi bumi merupakan langkah yang efektif dalam pengelolaan.

Agenda bela negara juga harus klop dengan kebijakan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto yang tengah melaksanakan evaluasi secara berkesinambungan terhadap SDM untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan tantangan tugas ke depan.

Wawasan Nusantara kini sangat bergantung pada kemajuan teknologi dan membutuhkan infrastruktur serta SDM pemantau yang andal dalam menjaga wilayah darat, laut, dan udara.

Sistem pemantau lazimnya terintegrasi dalam C4ISR(Command, Control, Communications, Computers, Intelligence, Surveillance and Reconnaissanse), yang mengedepankan pesawat tanpa awak dan sebaran radar di titik-titik rawan.

Unmanned Aerial Vehicle (UAV) yang biasa disebut pesawat tanpa awak bisa segera diterapkan secara massal, karena sudah ada riset dan rancang bangun yang dilakukan BPPT, PT Dirgantara Indonesia, dan LAPAN.

Bahkan, satelit buatan LAPAN yang bisa menunjang operasional pesawat tanpa awak juga sudah rampung.

Satelit Lapan A2 dan A3 mampu menjalankan berbagai misi strategis, seperti pemantauan daratan dan seisinya, muatan Automatic Identification System (AIS) untuk pemantauan berbagai aspek kemaritiman, muatan sains untuk pengukuran medan magnet bumi, serta muatan komponen satelit itu sendiri untuk menguji bermacam sensor.

Hari Nusantara mesti bisa menyadarkan segenap warga bangsa terkait potensi luar biasa di bumi Pertiwi yang harus dijaga dengan metode yang paripurna. Perlu mencari solusi jitu untuk atasi berbagai rintangan yang mengadang dalam mendayagunakan potensi besar tersebut untuk kemakmuran rakyat.

Keniscayaan, makna peringatan Hari Nusantara menjadi momentum meneguhkan sistem pengawasan daratan, laut, udara, serta garis perbatasan negara.

Wawasan Nusantara kini harus difokuskan pada doktrin yang tidak lengah sedetik pun dalam menjaga kedaulatan bangsa karena ditunjang dengan SDM ahli dan infrastruktur yang canggih.

Hingga kini, pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil di negeri ini masih jauh dari harapan. Lingkup pengelolaan di atas menyangkut perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil antarsektor, antarpemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Perlu juga mewujudkan optimasi dan keandalan infrastruktur radar nasional. Khususnya, sinergi dan integrasi radar yang dimiliki TNI ataupun instansi sipil. Alutsista radar sangat penting karena bisa mendeteksi secara dini adanya gangguan di wilayah udara dan laut.

Berbagai zona yang selama ini sangat rawan dan menjadi ancaman kedaulatan bangsa perlu dibangun infrastruktur radar. Dibutuhkan pula SDM yang ahli dalam hal desain dan optimasi radar yang mampu mengintegrasikan berbagai jenis radar, baik milik militer maupun instansi sipil.

Integrasi itu mampu mengatasi masalah kompatibilitas data, pengolahan, dan pendistribusiannya secara cepat. Sebuah keniscayaan, mengintegrasikan radar nasional 'yang mampu menampilkan sistem dengan satu layar besar untuk seluruh radar militer dan sipil di Tanah Air.



Rabu, 12 Desember 2018

Peraturan PPPK dan Daya Saing Global

Oleh Bimo Joga Sasongko | Senin, 10 Desember 2018 | 8:54

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Peraturan ini membuka peluang seleksi dan pengangkatan untuk berbagai kalangan profesional, termasuk tenaga honorer yang telah melampaui batas usia menjadi aparatur sipil negara (ASN) dengan status PPPK.

 Setelah peraturan ini berlaku, Presiden Jokowi menegaskan bahwa rekrutmen tenaga honorer dalam bentuk apapun sudah tidak boleh lagi dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah. Fokus pemerintah mulai 2019 menekankan pembangunan SDM yang berdaya saing global. Termasuk membentuk sosok tenaga pendidik yang mampu menyiapkan generasi milenial yang unggul pada eranya dan berkepribadian Indonesia.

 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan bahwa persoalan guru sangat pelik pada saat ini. Menteri Muhadjir Effendy menyatakan jika masalah guru ini tertangani dengan baik, maka 70% masalah pendidikan di Indonesia telah teratasi.

 Yang dibutuhkan Indonesia saat ini adalah guru yang kreatif, cerdas, inovatif, bekerja berdasarkan panggilan jiwa sehingga pikiran dan hatinya akan terus tergerak. Masalah guru honorer yang tidak kunjung selesai selama ini telah menguras energi bangsa dan menenggelamkan isu strategis yang lain.

 Seperti program untuk membentuk guru berkualitas global yang mampu membangkitkan kreativitas berbasis sumber daya lokal. Kreativitas merupakan kunci daya saing bangsa menghadapi era Industri 4.0 dan kondisi dunia yang semakin dilanda oleh disrupsi di segala bidang kehidupan.

 Menyelesaikan masalah guru honorer dengan skema PPPK dan program mencetak guru berkualitas tidak bisa lepas dari masalah anggaran. Untuk ke depan pemerintah harus bisa merestrukturisasi anggaran pendidikan yang telah mencapai 20%. Dengan jumlah anggaran pendidikan sebesar itu mestinya masalah laten guru honorer bisa terurai di daerah. Sehingga masalahnya tidak mengalir seperti air bah ke pemerintah pusat.

 Melihat struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 terlihat bahwa tanggung jawab dan distribusi anggaran pendidikan telah dilimpahkan kepada daerah, baik provinsi maupun kabupaten dan kota. Sayangnya pelimpahan tersebut belum disertai dengan kesiapan daerah dalam mengelola anggaran sehingga bisa tepat sasaran dan bisa mereduksi persoalan guru.

 APBN 2019 mencapai Rp 2.461,1 triliun. Sebanyak 20% dari anggaran tersebut atau sebesar Rp 492,5 triliun diperuntukkan bagi sector pendidikan. Dari anggaran sektor pendidikan tersebut, sebesar Rp 308,38 triliun atau 62,62% ditransfer ke daerah. Sisanya, didistribusikan kepada 20 kementerian/lembaga yang melaksanakan fungsi pendidikan.

 Saat ini Kemendikbud sedang meningkatkan metode pembelajaran pengelolaan manajemen sekolah baik negeri maupun swasta; pengembangan keterampilan pendidikan sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) dan peningkatan kemampuan siswa Indonesia dalam high order thinking skills (HOTS). Keberhasilan program di atas sangat tergantung kepada faktor guru.

 Profesi guru memiliki peran strategis untuk menyadarkan bahwa Indonesia adalah negara besar dengan potensi luar biasa, namun belum didayagunakan seoptimal mungkin. Para guru mampu berperan mewujudkan gerakan Indonesia kreatif dan inovatif yang berbasis ruang kelas.

 Saatnya menjadikan kelas di sekolah sebagai lumbung kreativitas. Guru mampu mendorong kegiatan kreatif apapun bentuknya di dalam kelas hingga menjadi entitas ekonomi yang tangguh di suatu daerah. Kegiatan itu mendasarkan diri pada filosofi alamiah tentang kemampuan merakit pada embrio makhluk hidup setelah mengalami fertilisasi.

 Gen yang mengatur dan mengendalikan proses dan kemampuan merakit diri sejak sel telur hingga terus membelah diri menjadi bentuk dan performansi yang paripurna disebut sebagai gen-gen homeotik atau homeotic genes. Pada diri anak manusia, gen tersebut terletak di bagian tengah kromosom 12, yang bisa dianalogikan sebagai proses kreativitas alamiah yang sangat menakjubkan dan merupakan gambaran akan kebesaran Tuhan.

 Filosofi Homeotik sebaiknya dijadikan landasan para guru untuk mengembangkan daya kreativitas bagi anak didiknya. Sehingga bermacam proses kreatif anak bangsa bisa membelah diri sesuai dengan karakter dan relevansinya masing-masing. Sehingga mampu memfasilitasi potensi lokal untuk bersaing secara global.

 Guru harus memiliki tekad kuat yang bisa membuat bangsanya melakukan lompatan kemajuan yang tidak kalah dengan bangsa lain. Sayangnya, kini masih banyak guru yang kondisi kesehariannya bertolak belakang dengan pengembangan profesionalitas. Yakni masih banyak guru yang jauh dari buku-buku aktual yang bermutu, hilangnya kebiasaan diskusi, menulis, apalagi melakukan riset atau penelitian ilmiah.

 Impitan ekonomi dan kurang kondusifnya budaya kerja menyebabkan para guru hanya bisa menghitung hari. Selama ini terdapat dua jenis dana pendidikan, yakni Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), kecuali untuk Aceh, Papua, dan Papua Barat yang mendapatkan dana tambahan karena merupakan daerah otonomi khusus.

 DAK terbagi menjadi dua, yakni DAK fisik dan DAK nonfisik. Dengan DAK fisik inilah, pemerintah daerah seharusnya mampu membangun sekolah baru, rehabilitasi, dan rekonstruksi sekolah yang rusak. Sedangkan DAK nonfisik terutama ditujukan untuk dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

 Para guru dari daerah yang memiliki prestasi tinggi sebaiknya diberi kesempatan untuk belajar di negara maju agar memiliki wawasan dan kompetensi kelas dunia. Guru tersebut sebelumnya diberi kesempatan meningkatkan kemampuan berbahasa asing beserta pengetahuan kebudayaan dan karakter bangsa yang sudah mencapai tingkat kemajuan.

 Program Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di bawah koordinasi Menteri Keuangan sebaiknya menekankan asas keadilan. Yakni dengan menyelenggarakan program beasiswa bagi guru berprestasi untuk belajar atau magang ke negara maju. Sejak LPDP dibentuk, publik melihat belum banyak menyentuh kepentingan para guru. Oleh karena itu, arah dan sasaran LPDP perlu segera direvisi agar bisa mengakomodasi para guru dalam mengembangkan kariernya. Pengelola LPDP harus mampu mengarahkan segenap usahanya guna ikut mencetak guru masa depan.

 Bimo Joga Sasongko, Pendiri Euro Management Indonesia. Ketua Umum IABIE


Rabu, 05 Desember 2018

Menyoal SDM Kereta Cepat


Tenaga kerja pada proyek nasional kereta cepat (KA) Jakarta-Bandung (KCJB) masih didominasi tenaga kerja asing (TKA). Hal itu terungkap dalam pemberitaan Harian Umum Pikiran Rakyat (3/12/2018). Pemerintah daerah yang wilayahnya dilalui proyek KCJB menyatakan bahwa tenaga kerja yang terlibat proyek itu masih sangat minim.

Tenaga lokal hanya untuk jenis pekerjaan kasar, seperti kuli angkut. Bahkan untuk tenaga keamanan saja masih didatangkan dari Tiongkok. Ada kesalahan mendasar yang perlu dibenahi terkait dengan pembentukan sumber daya manusia untuk menangani proyek dan kegiatan operasional KCJB.

Mestinya, tenaga kerja lokal baik yang masuk kategori teknisi hingga insinyur, bisa mendominasi proyek nasional yang didanai dari utang itu. Karena pada gilirannya nanti utang akan dipikul oleh generasi mendatang. Keniscayaan bagi bangsa ini untuk membentuk sumber daya manusia perkeretaapian yang mandiri.

Pembangunan proyek infrastruktur seharusnya disertai audit teknologi. Bertujuan untuk mengedepankan kepentingan komponen lokal dan melibatkan seluas-luasnya tenaga kerja lokal. Pemerintah hendaknya tidak memberikan cek kosong begitu saja kepada kontraktor asing untuk memilih dan menentukan sendiri spesifikasi teknologi yang akan diterapkan di negeri ini.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai lembaga clearing house technology bersama dengan pemerintah daerah yang wilayahnya dipakai pembangunan infrastruktur, mestinya melakukan audit teknologi terhadap produk atau proyek yang masih dalam perencanaan maupun yang sudah berlangsung. Ironisnya, pemda justru lebih senang menjadi penonton yang hanya duduk manis dan cuma menjadi pencatat dalam proses pembebasan tanah. Peran pemda seharusnya jauh lebih besar dari itu. Peran pemda juga menyangkut penggunaan tenaga kerja lokal berbagai kategori sebanyak banyaknya dan selamanya.

Pembangunan KA cepat yang digarap PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) harus mengacu dan sesuai dengan UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Pembangunan harusnya terfokus kepada tahapan penguasaan teknologi dan industri, dalam arti yang sebenar-benarnya, serta dilakukan penuh totalitas oleh putra-putri bangsa sendiri.

Untuk membangun sisten perkeretaapian nasional yang canggih, yang memadukan antara KA komuter atau perkotaan, KA biasa, hingga KA cepat/supercepat, diperlukan penguasaan teknologi dan industri perkeretaapian yang ditopang oleh SDM lokal yang andal dan jumlahnya cukup.

Proyek KA cepat jangan hanya bersifat sensasi pembangunan, sehingga tidak mampu menjadi wahana transformasi teknologi dan industri. Idealnya tranformasi tersebut disertai dengan tahapan-tahapan yang jelas. Yakni tahapan pengusaan teknologi KA cepat yang didukung dengan persiapan SDM teknologi dengan berbagai spesialisasi dan jobs establishment yang bagus. Perlu grand strategy atau cetak biru transformasi KA cepat. Utamanya terkait dengan SDM teknologi yang nantinya terbagi menjadi pelaksana pembangunan infrastruktur dan moda KA cepat, operator dan pemeliharaan, serta lembaga riset dan inovasi.

Proyek KA cepat Jakarta - Bandung semestinya dapat menyerap lebih dari 50.000 tenaga kerja pada saat konstruksi, 20.000 tenaga kerja konstruksi transit oriented development (TOD), dan sekitar 30.000 pekerja saat operasi. Semua itu harus dirumuskan secara detail dan konsisten bersama pihak pemerintah daerah.

Lembaga riset

Strategi transformasi perkeretaapian nasional selain membutuhkan pelaksana pembangunan infrastruktur oleh BUMN dan wahana industri perkeretaapian, juga membutuhkan lembaga riset dan inovasi untuk mengembangkan KA cepat di masa mendatang. Tentunya lembaga riset dan inovasi ini membutuhkan ribuan SDM teknologi yang ahli dan mampu menguasai teknologi KA super- cepat yang sesuai dengan tren dunia. Perlu mengirimkan mahasiswa untuk belajar di perguruan tinggi dan pusat industri KA supercepat, sehingga dalam kurun waktu lima tahun ke depan SDM teknologi ini sudah bisa mengisi lembaga strategis tersebut.

Betapa dinamisnya riset dan inovasi terkait dengan KA supercepat dewasa ini. Kita bisa menengok inovasi dan riset yang dilakukan oleh perusahaan KA nasional Prancis SNCF. Selama ini SNCF merupakan pusat dunia terkait dengan pengembangan KA canggih berkecepatan sangat tinggi. Yakni Train Grande Vitesse (TGV) yang terus menerus berinovasi membuat rekor dunia dalam hal kecepatan tempuh.

Selain aspek kecepatan, SNFC juga melakukan berbagai riset dan inovasi terkait dengan value conscious. Survei SNFC menunjukkan bahwa pada saat ini faktor kecepatan saja tidaklah cukup untuk menjadi daya tarik penumpang KA di benua Eropa. Dengan kondisi ini, SNFC selain terus mengembangkan teknologi KA cepat juga berinovasi terhadap layanan, antara lain bekerja sama dengan Disneyland untuk merancang gerbong TGV yang memiliki fasilitas hiburan fantastis bagi keluarga.

Para belia di negeri ini sebaiknya segera diarahkan untuk belajar KA supercepat di Prancis. Karena negara itu selama ini terbukti memberikan transfer teknologi yang jelas dan komprehensif kepada negara lain, termasuk dengan Tiongkok selama ini. Transformasi perkeretaapian nasional menuju penerapan KA supercepat perlu strategi dan cetak biru yang tepat, yang dikerjakan secara mandiri oleh putra-putri bangsa. Kemandirian itulah yang menjadi roh dari Undang- Undang Perkeretaapian Nasional.

Keberhasilan transfer teknologi KA supercepat oleh kaum belia Indonesia sangat menentukan perkembangan perkeretaapian nasional dan sekaligus menjadi solusi bagi masalah yang akan timbul. Pengoperasian KA Cepat Jakarta-Bandung jangan dikira tidak akan sarat masalah berikutnya. Tentunya akan timbul masalah teknis yang serius terkait dengan kondisi geologi yang rawan longsor dan gempa bumi. Selain itu juga rawan banjir, misalnya di daerah Kabupaten Bandung yang direncanakan menjadi stasiun akhir KA cepat dan menjadi depo teknologi dan perawatan.

SDM teknologi bangsa Indonesia harus mampu mengantisipasi masalah serius di kemudian hari. Kita harus punya solusi yang mandiri terkait dengan masalah fatal yang mungkin akan menimpa KA cepat. Termasuk yang menyangkut keamanan penumpang dan inovasi layanan.***

Bimo Joga Sasongko Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie (ABIE)