Rabu, 08 Juni 2016

Kontan - Program Zero Accident Pesawat TNI AU

Program Zero Accident Pesawat TNI AU

Oleh : Bimo Joga Sasongko *)


Kecelakaan Pesawat TNI AU jenis Super Tucano EMB-314/A-29B di Malang sangat memprihatinkan segenap bangsa. Kecelakaan beruntun pesawat TNI AU menunjukkan bahwa kondisi dan perawatan alat utama sistem persenjataan (alutsista) perlu dibenahi secara mendasar.

Belum lama berselang Presiden Joko Widodo mengeluarkan instruksi tentang program zero accident atau kecelakaan nihil bagi seluruh alutsista TNI. Nampaknya instruksi tersebut belum efektif. Dengan demikian program zero accident alutsita TNI perlu segera disempurnakan. Program itu menyangkut berbagai aspek, yakni kompetensi SDM, penguasaan teknologi, ketersediaan suku cadang dan dana perawatan berkala. 

Super Tucano EMB-314 merupakan pesawat latih berkemampuan COIN (Counter Insurgency) atau pesawat anti perang gerilya buatan Embraer Defense System, Brasil. Pada 2010 pemerintah Indonesia membeli satu skuadron (16 Pesawat) dengan harga US$ 143 juta atau Rp. 1,3 triliun. Skuadron tersebut direncanakan sebagai pengganti pesawat COIN milik TNI AU yang umurnya sudah tua yaitu jenis OV-10 Bronco.

Pembelian pesawat militer dari luar negeri sangat membutuhkan daya dukung SDM teknologi yang memadai. Seperti halnya teknisi atau tenaga ahli perawatan pesawat. Apalagi kini jenis profesi diatas masih kurang bahkan bisa dibilang langka. Baik untuk keperluan penerbangan sipil maupun militer. Masalah tersebut kini menjadi perhatian serius oleh usaha perawatan pesawat terbang yang tergabung dalam IAMSA ( Indonesia Aircraft Maintenance Shop Association ). Tak pelak lagi, Indonesia perlu mengirimkan SDM penerbangan keluar negeri untuk kuliah dan mengikuti pelatihan di negara yang memproduksi pesawat diatas. Para lulusan SMA perlu didorong untuk belajar atau kuliah penerbangan dan magang di industri pesawat terbang tekemuka dunia. Hal ini untuk mengantisipasi banyaknya kebutuhan SDM penerbangan baik untuk sipil maupun militer diwaktu mendatang. Apalagi postur SDM penerbangan nasional pada saat ini sebagian besar umurnya sudah memasuki masa pensiun. Hal itu tergambar pada postur SDM di industri pesawat terbang nasional PT Dirgantara Indonesia. Kekurangan engineer dan teknisi penerbangan yang berlisensi berpengaruh terhadap kondisi fasilitas MRO (Maintenance Repair Overhaul). Data dari Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPPU) Ditjen Perhubungan Udara menunjukkan bahwa sampai saat ini nomor registrasi teknisi yang memiliki lisensi sekitar 7.000 orang. Sayangnya hanya ada sekitar 3.000 teknisi untuk pesawat terbang jenis fixed wing yang beroperasi reguler. Sedangkan jumlah sisanya adalah teknisi helikopter dan fixed wing carter. Kondisi serupa tentunya juga dialami oleh pihak yang mengoperasikan pesawat militer.

Kecelakaan Pesawat Super Tucano milik TNI AU yang jatuh di permukiman warga mencuatkan pentingnya evaluasi mendasar terhadap sistem pemeliharaan dan pengembangan alutsista TNI AU. Pesawat produksi Embraer Defence System tersebut sejak awal mengandung masalah dalam hal isi kontrak yang terkait pengiriman komponen atau suku cadang. Kelemahan kontrak juga terkait dengan transfer of technology (ToT) yang kurang melibatkan SDM dalam negeri.

Selama ini TNI AU terpaksa bersusah payah mengirim komponen Super Tucano ke pabrik pembuatan jika terjadi masalah. Hal itu tentunya memakan waktu yang lama. Perlu perbaikan sistem perawatan dan program alih teknologi terkait pesawat Super Tucano. Sistem perawatan perlu ditunjang dengan berbagai peralatan dan workshop yang berada di Skuadron Udara 21 Lanud Abdulrahman Saleh, Malang. Juga perlu pengembangan fasilitas simulator pesawat Super Tucano untuk pelatihan awak pesawat dan teknisi. Sejak pengadaan Super Tucano proses alih teknologi yang didapat pihak Indonesia masih minim. Padahal keputusan pembelian setelah melalui proses panjang penilaian dari berbagai aspek baik oleh Kemenhan, Mabes TNI dan TNI AU sebagai operator. Pesawat ini mengalahkan beberapa kompetitornya atau beberapa alternatif pesawat sejenis, yaitu L-159A (Ceko), M-346 (Italia), K8P (China), dan KO-1B (Korea). Versi EMB-314 Super Tucano atau A-29 merupakan versi yang disempurnakan dari pesawat latih EMB-312 Tucano, dimana versi baru ini mempunyai kelebihan lebih cepat dan kemampuan terbangnya lebih tinggi. Pesawat ini dirancang untuk light attack, counter insurgency (COIN), close air support ,dan aerial reconnaissance missions. Dirancang untuk dapat beroperasi di daerah dengan suhu tinggi, kondisi kelembaban yang tinggi. Dilengkapi dengan generasi ke-4 avionik yang menggabungkan dengan sistem senjata dalam memandu akurasi senjata.

Apapun jenis pesawat militer, baik tempur maupun transpor, masih mengandung kendala desain. Sehingga dibutuhkan peran SDM yang menguasai aspek desain terhadap pesawat yang bersangkutan sangatlah penting. Semua jenis pesawat militer mengandung kendala desain dan selalu disempurnakan kemudian. Celakanya, kendala tersebut bersifat tersembunyi sedemikian rupa, sehingga sulit diamati atau dideteksi secara dini oleh perencana atau pembuatnya. Risiko semacam itu disebut dengan istilah risiko yang tersembunyi.

Jika pihak pembeli memiliki SDM yang menguasai atau memahami aspek dan konsep desainnya, maka bisa mengatasi atau mengeleminasi risiko di atas. Jika sebaliknya maka risiko tersembunyi itu bisa berubah menjadi malapetaka. Seperti misalnya kasus adanya initial crack (retakan) pada struktur pesawat terbang setelah beroperasi selama kurun waktu tertentu.

Program Zero Accident pesawat TNI AU bisa efektif jika didukung oleh SDM yang benar-benar menguasai sistem dan aspek desain pesawat yang dimiliki oleh TNI. Pada saat ini mestinya ada sejumlah SDM yang menguasi alih teknologi pesawat tersebut. Apalagi Super Tucano adalah pesawat Light Attack Turboprop yang sangat ideal untuk melaksanakan misinya sebagai counter insurgency dengan akurasi yang tinggi. Perlu juga uji coba yang lebih intens terkait dengan kemampuan pesawat yang sebetulnya mampu beroperasi di malam hari karena dilengkapi sistem FLIR & NVG Compatible. Selain itu perlu pengembangan Super Tucano sebagai pesawat latih lanjut maupun transisi ke pesawat fighter jet generasi terakhir. 

Hingga kini EMB-314 digunakan oleh oleh 15 negara dan 14 negara lainnya mempunyai potensi akan membeli pesawat ini. Pesawat memiliki prestasi gemilang dalam serangan udara oleh AU Brasil untuk melakukan penghancuran kartel narkotika pada operasi Agata. Dalam operasi tersebut pasukan Brasil berhasil menyita 62 ton narkoba, menangkap 3.000 orang dan menghancurkan tiga lapangan terbang ilegal. 

Dari pengalaman diatas Super Tucano sangat tepat untuk ikut mengamankan perbatasan NKRI. Karena pesawat bisa mendukung personel terkecil di garis depan. 


*) BIMO JOGA SASONGKO, President Director & CEO Euro Management Indonesia. Sekjen Pengurus Pusat IABIE ( Ikatan Alumni Program Habibie).      


      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar