Kamis, 19 Mei 2016

Melanjutkan Cita-Cita Habibie


Melanjutkan Cita-Cita Habibie, Ini Mimpi Saya!
Bimo Sasongko

Bila satu Habibie saja bisa membangun industri kedirgantaraan sehebat itu,  bayangkan apa yang bisa dilakukan sejuta Habibie untuk negara dan tanah air tercinta ini.  (Bimo Sasongko)

BIMO SASONGKO, BSAE, MSEIE, MBA
Sekjen IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie)
Ketua Bidang Pengembangan Profesionalitas Tenaga Kerja, ICMI Pusat


Lolos dari seleksi beasiswa STAID 1 Menristek Program Beasiswa Prof. DR. B.J. Habibie mengantarkan Saya menjadi bagian dari mimpi besar membangun Indonesia. Apalagi setelah melihat hanya segelintir mahasiswa asal Indonesia  di luar negeri. Bayangkan, dengan penduduk sebesar 252 juta jiwa, hanya 60.000 siswa/mahasiswa Indonesia yang bersekolah ke luar negeri. Sedih dan miris, perasaan itu bercampur aduk di hati saya.  Sebab, saya merasakan sendiri bahwa program pengiriman siswa Indonesia sangat besar dampaknya bagi peningkatan kualitas SDM. Saat itulah muncul gagasan saya untuk berinvestasi di bidang pendidikan, dengan mendirikan sebuah konsultan pendidikan Euro Management Indonesia yang hingga kini sukses mengirimkan ribuan tamatan SMA untuk belajar ke negara-negara maju seperti Jerman, Prancis, Belanda, Amerika Serikat, Inggris, Australia & Jepang. 

Saya melihat dari perjalanan sejarah yang menunjukkan ada 4 kejayaan, yaitu kejayaan Islam di abad pertengahan, kejayaan Eropa,  lalu kejayaan Jepang dan kejayaan Amerika Serikat. Islam maju karena ribuan orang dikirim untuk menerjemahkan buku-buku dari Yunani dan Romawi. Perlahan Eropa mulai bangkit dengan banyak mengirimkan ribuan orang ke Cordova, Turki, Irak, dan Baghdad untuk menyerap ilmu pengetahuan dari Islam hingga menjadi maju. Amerika Serikat pun maju dengan menyerap ilmu pengetahuan dari Eropa. Jepang juga mengirimkan ribuan bahkan ratusan ribu orang ke Amerika Serikat tahun 1800 an. Bahkan hingga saat ini semua negara maju masih mengirimkan mahasiswanya ke negara-negara maju lainnya. Jepang yang sangat maju sekali masih mengirimkan mahasiswanya sebanyak 10.000/20.000 ke negara maju Amerika Serikat. 

Untuk itu, Saya pun ingin mewujudkan mimpinya, muncul Jutaan Habibie – Habibie baru yang bisa membuat bangsa Indonesia disegani negara lain, minimal ASEAN atau di dunia. 

Saya lulus dari SMA 3 Bandung tahun 1990. Lalu ikut UMPTN dan masuk ITB Bandung jurusan Teknik Informatika. Nah, baru sebulan di ITB saya ikut Program Beasiswa Prof. DR. B.J. Habibie yang waktu itu menjabat menteri riset dan teknologi (ristek). Program itu rutin tiap tahun mulai dari tahun 1982 yang mengirim mahasiswa ke-9 negara maju dunia seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Jepang, Jerman, Perancis, Belanda, Austria dan Australia, untuk bidang studi teknik dan teknologi. Lebih dari  150.000 peserta yang ikut seleksi, yang diterima berkisar sekitar 100 orang. Saya termasuk salah satu yang diterima untuk kuliah di Amerika Serikat dan mengambil jurusan sama seperti Prof. DR. B.J. Habibie dulu, yaitu teknik penerbangan atau aerospace enginering, di North Carolina State University, Ralegh, North Carolina, USA.

Saya kuliah S1 dari tahun 1991 – 1995. Lalu setelah lulus saya ambil S2 juga di Amerika Serikat mengambil program master di jurusan industrial enginering atau teknik industri di Arizona State University. Tahun 1996 saya pulang ke Indonesia dan berkarir sebentar di BPPT. Di tahun 2001 saya melanjutkan studi ke Jerman mengambil program MBA sampai lulus 2003, dan bekerja kembali di BPPT sambil mendirikan Euro Management Indonesia. 

Saat itu hanya segelintir orang Indonesia yang kuliah di luar negeri. Padahal Indonesia adalah negara besar dengan jumlah penduduk yang banyak, dan sekolah ke luar negeri itu tidak sesusah, serumit dan semahal yang dibayangkan. Bahkan ketika Program Beasiswa Prof. DR. B.J. Habibie berhenti di tahun 1997 karena Pak Habibie berhenti dari jabatan sebagai Presiden, hampir tidak ada lagi tamatan SMA yang sekolah ke luar negeri. Sungguh miris, di tengah banyak negara lain seperti Malaysia, Vietnam, Kamboja, China yang justru gencar mengirimkan puluhan ribu tamatan SMA untuk kuliah ke negara maju seperti Amerika, Inggris,  Australia, Jepang, Jerman, Perancis, Belanda. Saya ingin sebanyak mungkin tamatan SMA bisa kuliah S1 ke negara – negara maju tersebut. 

Menurut datastatistik menunjukkan bahwa di Amerika, jumlah mahasiswa asal Cina sekitar 157.000 orang, India 103.000, Jepang 21.000 orang, dan Indonesia sekitar 5000 – 6000 orang. Di Jerman, mahasiswa asal Indonesia sekitar 2000 orang, namun mahasiswa Cina di Jerman sampai 25.000 orang. Penduduk China itu 5 kali lipat penduduk Indonesia, jadi kalau mahasiswa Indonesia di Jerman hanya 2.000 orang artinya mahasiswa Cina di Jerman itu 10.000. Tapi nyatanya mahasiswa Cina di Jerman sampai 23.000. 

Begitu juga di Australia, mahasiswa Indonesia 11.000 orang, sedangkan asal Vietnam 10.000 orang. Padahal penduduk Vietnam hanya sekitar 90 juta orang. Artinya kalau penduduk Indonesia 250 juta orang atau sekitar 3 kali Vietnam, idealnya mahasiswa Indonesia di Australia 30.000 orang, nyatanya hanya 11.000 orang Artinya Indonesia masih tertinggal dalam mengirimkan mahasiswa Indonesia ke negara-negara maju seperti US, UK, Jepang, Australia, Jerman begitu juga di negara – negara lain. 

Banyak manfaat yang akan didapatkan jika kuliah ke luar negeri, tidak hanya ilmu pengetahuan tapi juga mental, percaya diri, kemandirian, dan keberanian dan itu yang dibutuhkan bangsa Indonesia untuk maju bersaing di tingkat global dengan Cina, Malaysia, Kamboja dll. Indonesia yang sedang berkembang, seharusnya bisa lebih banyak lagi mengirimkan mahasiswanya ke negara-negara maju. Indonesia masih membutuhkan dan harus menyerap ilmu dari negara-negara maju untuk digunakan di Indonesia.  Tetapi saat ini ketika Malaysia, Vietnam, Kamboja mengirim ribuan orang untuk kuliah di negara maju, justru mahasiswa dari Indonesia semakin berkurang. Di Amerika jaman saya kuliah ada 15.000 orang, sekarang justru turun hanya 6.000. Di tahun 1980 sampai 1990 mahasiswa Indonesia di Jerman sekitar 7000 orang dan sekarang ini tinggal 2500 orang, apalagi di Perancis hanya 400 orang. Itu menyedihkan padahal saat ini zaman globalisasi dan informasi dimana-mana dan tingkat kehidupan masyarakat sudah miningkat jauh dibanding 20 tahun yang lalu 

Selama ini mindset orang Indonesia ingin sekolah keluar negeri S2 saja, ini lah yang membuat Indonesia kalah tertinggal dengan negara lain. Karna zaman dulu informasi tidak ada, keuangan keluarganya masih sedikit, kuliah S1 di Indonesia masih murah sehinga banyak orang menganggap S2 saja keluar negeri nya, akan tetapi zaman sekarang infomasi sudah ada, globalisasi, biaya kuliah gratis, teknologi sudah canggih, mentalnya masih muda, mudah beradaptasi, kemampuan bahasanya lebih cepat untuk mempelajari bahasa asing, dan untuk S1 diluar negeri tinggalnya lebih lama 4 – 5 tahun dibandingkan dengan S2 hanya 1 – 2 tahun, sehingga proses adaptasi dan pengenalan budaya di negara tersebut lebih mudah sehingga saya merekomendasikan untuk tamatan SMA kesana sama halnya dengan Pak Habibie, karna yang dibutuhkan sekolah itu tidak hanya ilmu akan tetapi cara berfikir, mental, kepercaya dirian itulah tamatan SMA dibutuhkan. 

Pemerintah Indonesia masih kalah dengan pemerintah Malaysia, Vietnam, atau Kamboja apalagi Cina. Di Kamboja penduduknya hanya 13 juta orang, se per 20-nya bangsa Indonesia, tetapi mahasiswanya yang kuliah negeri sekitar 18.000. Kondisi ini miris, kalau mengacu pada jumlah penduduk Kamboja dibanding Indonesia maka seharusnya Indonesia mengirim tamatan SMA untuk kuliah ke luar negeri sekitar 360.000 faktanya 60.000.

Untuk itu pemerintah perlu membuat program beasiswa yang dibiayai dengan seleksi yang bagus dan seleksi yang ketat. Tamatan SMA yang cerdas, pintar, bermental baik, memiliki nasionalisme bisa dikirim sekolah ke luar negeri baik pemerintah pusat  atau daerah seperti Gubernur, Walikota, kementrian - kementrian, BUMN, Bank – Bank Nasional, Institusi – Institusi sosial, Partai politik  atau dukungan pinjaman dari perbankan. Saya yakin 20 tahun lagi bangsa Indonesia akan maju. Seperti pada era kejayaan Islam, banyak siswa dari negara Eropa dikirim ke negara-negara Islam seperti Syiria, Irak, dan Turki. Akhirnya setelah mereka menguasai ilmu, Eropa menjadi maju, begitu juga Amerika, Jepang, China. Tak heran jika percepatan teknologi China itu berkembang pesat. 

Jadi perlu dukungan besar dari pemerintah, agar program pak Habibie yang berhenti tahun 1997 bisa berjalan lagi. Apalagi menjelang Masyarakat Ekonomi ASEAN  (MEA) persaingan semakin ketat, seluruh masyarakat ASEAN bisa masuk ke Indonesia untuk bekerja dengan ijazah dari berbagai negara di dunia. Bangsa ini harus unggul berwawasan global internasional.

Alhamdulillah, Gerakan Indonesia 2030 “Sejuta Indonesia di Jantung Dunia” berawal dengan membangun sebuah perusahaan Euro Management Indonesia yang sudah lebih dari 13 tahun berdiri dan sebuah yayasan pendidikan Eropa Indonesia (YPEI) yang sudah berdiri hampir 6 tahun. Hingga kini saya sudah mengirimkan sebanyak hampir dari 2000 tamatan SMA seluruh Indonesia dari sabang sampai merauke. Baik laki-laki maupun perempuan berbagai jenis SMA dari berbagai suku di daerah. Bayangkan zaman pak Habibie dulu, hanya mengirimkan 1500 orang mahasiswa tamatan SMA, dan kini saya sudah mengirim 2000 orang. Saya cukup puas dan bangga dan akan terus berjuang mengirimkan lebih banyak lagi orang Indonesia untuk bersaing dengan Malaysia, Vietnam, Kamboja dan lainnya. 

Saya memiliki komitmen untuk men-drive pemerintah dan seluruh stake holdernya lain agar terus mengirimkan siswa-siswa tamatan SMA agar bisa kuliah ke luar negeri. Di era pak Habibie dulu dengan uang masih terbatas bahkan pinjaman, masih bisa mengirim siswa Indonesia ke luar negeri. Itu karena pak Habibie punya visi untuk mengirimkan siswa-siswanya tamatan SMA ke luar negeri. Saat ini, Indonesia semakin maju, infomasi ada dan semakin mudah didapat, teknologi maju, uang ada dan uang kuliah juga tidak mahal. Kenapa tidak mengirimkan ribuan orang kuliah ke luar negeri? 

Saya ingin terus berjuang dan berjuang mengirimkan ribuan orang Indonesia untuk kuliah di negara maju melalui Gerakan Gerakan Indonesia 2030 “Sejuta Indonesia di Jantung Dunia”. Saya yakin bangsa ini akan maju karena banyak orang Indonesia yang pintar, tinggal diberikan akses saja. Di era Habibie bisa ada satu Habibie, masa sekarang ngga ada Habibie-habibie lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar