Selasa, 31 Mei 2016

Tribun Jabar - Sister City dan Mencetak SDM Unggul



Sister City dan Mencetak SDM Unggul 

Oleh: Bimo Joga Sasongko
Alumni SMAN 3 Bandung, Sekjen Pengurus Pusat IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie)

Pengembangan Kota Bandung dengan bermacam produk dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) membutuhkan kerja sama internasional. Kerja sama itu khususnya antar pemerintahan kota. Hal itu tidak hanya terkait dengan bagaimana mencari ruang atau infrastruktur untuk memasarkan produk kota Bandung di luar negeri.  

Seperti misalnya langkah Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, yang memboyong puluhan produk industri kreatif ke pusat promosi bernama Little Bandung di Korea Selatan. Pusat promosi berwujud restoran ini terletak di Hongdae, Seol, Korea Selatan. Di sana produk-produk industri kreatif tersebut dipasarkan.  

Langkah Wali Kota Bandung di atas spektrumnya perlu ditingkatkan degan kelembagaan yang lebih kokoh dan relevan, yakni dengan reinventing program sister city yang selama ini telah dilaksanakan. 

Program sister city perlu di revitalisasi sehingga kegiatannya tidak sekadar monumental dan seremonial belaka. Tetapi lebih relevan dan konkret dengan kondisi kekinian. Tidak bisa dimungkiri, otonomi daerah, dan globalisasi telah mendorong peningkatan perhatian dan kapasitas pemerintah daerah untuk membuka jalinan kerja sama yang lebih luas.  

Perlu mendorong berkembangnya kerja sama sister city yang dijadikan instrumen bagi kota dan komunitas untuk membantu satu sama lain dalam mengelola dan memenuhi kebutuhan kotanya dengan berbagi sarana pengetahuan, sumber daya manusia, teknologi, dan keahlian antar kota.

Hingga saat ini kota Bandung telah menjalin kemitraan dengan 5 kota di dunia. Kota Braunschweig, Jerman menjadi sister city terlama Kota Bandung. Pada tanggal 24 Mei 1960 telah ditandatangani piagam ikatan persahabatan Bandung-Braunschweig oleh Duta Besar RI Dr. Zairin Zain dan Hans Gunther Weber (Direktur Kota) dan Ober-burgermeister (Wali Kota Braunschweig)Martha Fuchs. Piagam tersebut disempurnakan oleh Wali Kota Bandung R. Priyatna Kusumah serta utusan Braunschweig Prof. Dr. George Eckert pada 2 Juni 1960 di Bandung. 

Segenap warga Kota Bandung boleh bangga bahwa kerja sama Braunschweig merupakan kerja sama yang paling tua di tanah air. Bidang kerja sama meliputi ekonomi, sosial budaya, pendidikan, pertukaran pemuda, pelatihan, kesenian, dan olahraga. 

Sister city berikutnya adalah kota Fort Worth di Texas, Amerika Serikat. Latar belakang kerja sama dengan Fort Worth terjadi karena perjanjian kerja sama antara IPTN (PT Dirgantara Indonesia), dengan pabrik helikopter BELL. Ini terjadi pada saat BJ Habibie menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi sekaligus direktur utama PT DI. Yang lain adalah sister city Kota Bandung dengan Kota Suwon, Korea Selatan ditandatangani tangal 27 Agustus 1997. Dan dua kota dari Tiongkok yakni Liuzhou dan Yingkou yag juga menjadi sister city dari Kota Bandung. 

Salah satu aspek penting terkait dengan revitalisasi sister city adalah wahana strategis untuk mengembangkan atau mencetak SDM unggul. Sebaiknya Pemkot membuat program pengiriman kaum belia lulusan SMA terbaik di daerahnya untuk diberi beasiswa kuliah di luar negeri dalam konteks sister city. Para lulusan SMA atau sekolah kejuruan terbaik dikirim kuliah ke luar negeri atas biaya pemerintah melalui seleksi secara terbuka.

Pemkot Bandung sebaiknya bekerja sama dengan lembaga atau konsultan pendidikan internasional seperti Euro Management Indonesia (EMI). Itu adalah lembaga profesional yang bergerak di bidang pelayanan jasa dan konsultasi pendidikan internasional secara terpadu dan terintegrasi untuk calon mahasiswa-mahasiswi Indonesia yang ingin melanjutkan studinya ke berbagai perguruan tinggi di negara maju. Khususnya perguruan tinggi di Eropa.

Perlu kerja sama antara Pemkot Bandung dengan EMI terkait langkah untuk mencetak SDM unggul yang nantinya menjadi aset yang sangat berharga bagi Pemkot Bandung dalam memenangkan persaingan global. Kerja sama di atas sangat strategis untuk menangkap peluang dan memberikan jalan untuk kaum belia warga kota yang kuliah di luar negeri.

Sudah saatnya kaum belia Kota Bandung tidak hanya puas kuliah di perguruan tinggi dalam negeri. Mereka juga harus di motivasi agar bisa mewujudkan kuliah di perguruan tinggi terkemuka di luar negeri. Apalagi disana banyak kesempatan emas seperti keunggulan studi di Jerman yang biaya kuliahnya gratis. Dengan masa studi delapan semester (S1) yang tergolong 300 universitas negeri terbaik di dunia. Disana ada sekitar 2000 pilihan program studi. Dengan biaya hidup yang hanya sekitar 400-650 euro per bulan. Peluang seperti di atas seharusnya segera ditangkap olah kaum belia Kota Bandung dengan bantuan Wali Kota yang memliki langkah dan strategi dalam konteks sister city.

Program revitalisasi sister city sebaiknya juga melibatkan BUMN yang ada di Kota Bandung. Apalagi di kota ini banyak terdapat BUMN dalam berbagai sektor. Dari BUMN sektor transportasi dan logistik yakni PT KAI dan PT Pos Indonesia. BUMN industri strategis yakni PT DI, PT Pindad, PT Inti, PT LEN, PT Telkom, dan lain-lainnya.

Saatnya Wali Kota Bandung mengkonkretkan kerja sama untuk mencetak SDM unggul. SDM tersebut nantinya akan membantu Wali Kota untuk mewujudkan visinya. Seperti visi Kota Bandung Teknopolis yang diproyeksikan menjadi pusat industri elektronika dan perangkat lunak terkemuka ini tentunya perlu dipersiapkan SDM unggul sedini mungkin.

Sebenarnya usaha untuk menjadikan Bandung sebagai Kota Teknopolis pernah dirintis oleh BJ Habibie. Pada era 70an sebenarnya Habibie telah menyiapkan wahana untuk pengembangan jenis industri di atas, yakni PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT Inti) Lembaga Elektronika Nasional (LEN), dan berbagai macam laboratorium serta di dukung oleh SDM teknologi lulusan luar negeri yang termasuk ikatan dinas.

Perlu membangkitkan industri nasional seperti PT INTI dan LEN sehingga tidak hanya menjadi penonton dan pemain kecil-kecilan dalam hal pembangunan infrastruktur dan kebutuhan pasar elektronika di Indonesia. Kita perlu belajar dari Samsung dalam mengelola dan mengembangkan SDM. Selama lima tahun terakhir Samsung menekankan pentingnya program spesialis regional yang merupakan unsur pokok dalam upaya globalisasi Samsung. Program tersebut meliputi pelatihan SDM dengan wawasan internasional agar memahami situasi di pasar-pasar luar negeri. Pelatihan tersebut dengan cara mengirimkan ribuan karyawan ke berbagai negara untuk belajar dan memahami potensinya.













Tidak ada komentar:

Posting Komentar