Rabu, 12 Oktober 2016

Republika - Membenahi SDM Intelijen

Membenahi SDM Intelijen

Persaingan dan ancaman global perlu dihadapi dengan mencetak sumber daya manusia (SDM) intelijen yang memiliki kompetensi tinggi. Untuk mencetak SDM ini, perlu melibatkan lintas disiplin ilmu sehingga mampu melihat ancaman global terkait perang asimetris, seperti perang digital, perang produk, hingga faktor pemicu yang menyebabkan gejolak sosial.

Kini pembenahan SDM intelijen menjadi agenda penting dunia. Seperti yang dilakukan oleh MI6, badan intelijen Inggris yang telah menambah 1.000 anggota dinas rahasianya atau 40 persen dari jumlah total personel. Penambahan ini merupakan program pengembangan terbesar sejak Perang Dingin sebagai bagian dari upaya MI6 untuk menghadapi persaingan ekonomi, perang asimetris, dan memanfaatkan teknologi baru.

MI6 telah menjadi legenda dinas rahasia dan digambarkan sebagai induk mata-mata dalam karya fiksi yang sangat populer, mulai dari karakter George Smiley buatan John le Carré hingga James Bond karya Ian Fleming. MI6 beroperasi di luar negeri dan bertugas mengamankan Inggris beserta kepentingan ekonominya.

Indonesia kini mestinya juga berkepentingan membenahi SDM intelijen. Terbentuknya SDM intelijen yang berkualitas sangat membantu negara dalam memenangkan persaingan global. Badan intelijen juga harus memberi perhatian serius terkait dengan kondisi Indonesia yang telah menjadi ajang perang digital oleh pihak asing.

Perusahaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) raksasa dunia dalam bidang perangkat keras, aplikasi, ataupun yang biasa disebut sebagai OTT (over the top) telah menjadikan Indonesia sebagai pasar yang sangat gemuk dan sekaligus sebagai ajang perang asimetris yang menempatkan kepentingan bangsa ini, seperti pelanduk yang terjepit di antara peperangan raksasa.

Budi Gunawan sebagai kepala Badan Intelijen Negara (BIN) diharapkan bisa menyinergikan beberapa lembaga intelijen di negeri ini. Budi Gunawan memiliki PR besar terkait kompetensi dan jumlah SDM intelijen, yang kondisinya belum optimal untuk mengatasi potensi gangguan dan ancaman terhadap negara. Gangguan dan ancaman tersebut sudah berubah bentuk dan skalanya.

Tantangan terkini bagi Kepala BIN adalah mewujudkan teknologi intelijen untuk meneguhkan intelijen dalam bidang ekonomi dan sumber daya alam yang saat ini banyak digelapkan berbagai pihak. Di antaranya, kontraktor usaha pertambangan dan sumber daya kelautan.

BIN juga harus mampu menanggulangi modus penyadapan yang dilakukan asing terhadap aktivitas pemerintahan RI. Operasi penyadapan oleh pihak asing terhadap alat komunikasi Presiden RI dan beberapa pejabat pemerintah lainnya tidak boleh terjadi lagi.

Kekompakan dan sinergi dari berbagai lembaga intelijen di negeri ini, yakni intelijen TNI, kepolisian, kejaksaan, dan KPK perlu dijaga. Kini, Kepala BIN diadang tantangan berat terkait postur dan kompetensi SDM intelijen yang mesti ditingkatkan dalam waktu singkat. Karena, tugas intelijen semakin berat dan membutuhkan kompetensi spesifik dan sesuai kemajuan teknologi, terutama TIK.

Langsung atau tidak langsung, Indonesia terdampak perang digital oleh pihak asing yang semakin sengit. Kondisi ini mesti bisa diatasi oleh SDM intelijen nasional. Perang digital seperti terlihat dalam kasus produk Samsung Galaxy Note 7 dan iPhone 7 yang merupakan bentuk perang dagang terkini yang melibatkan aksi intelijen.

Perang di atas menyebabkan ditariknya produk ponsel Samsung Galaxy Note 7 yang sudah telanjur beredar akibat beberapa insiden terbakarnya baterai ponsel saat diisi kembali pemiliknya. Berkecamuknya perang dagang antara Iphone selaku perusahaan Amerika Serikat dan Samsung sebagai perusahaan Korea Selatan harus menjadi pelajaran bagi Indonesia.

Dengan terjadinya recall 2,5 juta unit Galaxy Note 7 yang sudah beredar di 10 negara, termasuk di AS dan Korea Selatan sendiri, diperkirakan Samsung bakal menderita kerugian Rp 23,8 triliun dan kehilangan pendapatan Rp 65 triliun untuk tahun ini saja.

Peningkatan kompetensi SDM intelijen sebaiknya menjadi kata kunci bagi Kepala BIN untuk membenahi organisasi. Sistem rekrutmen dan pendidikan SDM intelijen perlu dibenahi karena tantangan dan bentuk kontra intelijen semakin canggih sehingga memerlukan teknologi dan lintas disiplin ilmu.

Agenda pertama Kepala BIN untuk membenahi personel atau SDM intelijen sebaiknya menerapkan merit system. Selama ini, BIN belum sepenuhnya menerapkan merit system dalam pengembangan karier dan kompetensi.

Hingga kini, masih berlaku sistem konvensional untuk mengembangkan SDM intelijen. Merit system memacu anggota intelijen untuk selalu meningkatkan kompetensinya, lebih berinovasi dan kreatif.

Merit system seharusnya segera diterapkan secara sistemis di seluruh intelijen daerah, yakni Badan Koordinasi Intelijen Daerah (Bakorinda) sehingga mendorong terciptanya personel yang memiliki kinerja baik. Proses wanjak di Bakorinda harus didasarkan pada pertimbangan matang sehingga setiap penempatan personel akan terwujud "the rihgt man in the right job in the right time". Untuk menempatkan personel pada jabatan tertentu.

BIN kini juga membutuhkan kerja sama dan pendidikan global bagi para anggota. Jika hanya mengandalkan pendidikan dan kursus di dalam negeri, tentunya tak memadai. Saat ini, postur SDM intelijen terkendala komposisi struktur yang sebagian besar terdiri atas kepangkatan bintara ke bawah yang memiliki kapasitas dan keterampilan intelijen yang minim.

Sedangkan, perwira intelijen yang persentasenya lebih kecil juga belum memiliki pola pengembangan profesi yang sesuai dengan tantangan zaman. Untuk mengatasi disparitas karier dan kompetensi itu, perlu sistem pengembangan SDM intelijen pada level perwira dengan berbagai program pendidikan di luar negeri.
Untuk itu, perlu penguasaan bahasa asing dan memilih lembaga atau perguruan tinggi di luar negeri yang tepat untuk pendidikan para perwira intelijen.

Bimo Joga Sasongko

Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar