Rabu, 03 Agustus 2016

Cek & Ricek - Hapus Stigma Mahalnya Kuliah di Luar Negeri



Hapus Stigma Mahalnya Kuliah di Luar Negeri
Bagi sebagian orang, kuliah di luar negeri masih dianggap mewah dan mahal. Bagi Bimo Sasongko, itu tidak sepenuhnya betul. Lahir dari keluarga sederhana, ia mampu melewati tes program beasiswa kuliah di luar negeri gagasan mantan Presiden Habibie. Ini menginspirasinya mnedirikan Euro Management, lembaga pendidikan internasional yang memfasilitasi lulusan SMA yang ingin kuliah di luar negeri. Ia juga menginisiasi ‘Gerakan Mencetak Sejuta Habibie’ untuk beasiswa bahasa asing, beasiswa studi sarjana ke luar negeri dan beasiswa belajar bahasa asing untuk seribu wartawan.
Sejumlah kertas menumpuk di meja kerja Bimo Sasongko, pria berusia 44 tahun itu sudah 13 tahun memimpin Euro Management Indonesia, lembaga konsultasi pendidikan internasional yang memfasilitasi lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berniat kuliah di luar negeri.
Sejumlah karyawan, datang silih berganti, membawa berkas yang hendak ia tanda tangani, Senin (18/7) siang. Meski menjabat kursi CEO dan direktur, meja kerja Bimo, tak terlalu istimewa.
Jika sebagian besar ruang kerja CEO atau direktur terletak di ruang tertutup, rapat dengan akses ketat, lain hal dengan ruang Bimo. Posisi mejanya justru berada di ruang tengah dan terbuka, bersinggungan dengan lalu lintas karyawan.
“Walau pernah kuliah di luar, saya terbuka dan open minded, ngapain harus ditutup-tutupin. Supaya mudah tatap muka (dengan karyawan)” ujarnya. Sambil mengurai senyum, mengomentari meja kerjanya yang ‘tak biasa’, di kantornya di Jalan RP Soeroso, Menteng, Jakarta Pusat.
Dengan gaya ceplas-ceplos dan humoris, ia menceritakan awal mula membangun lembaga yang terkait dengan pengalaman masa lalu. Jika anak seusianya masih berpikir lurus, Bimo remaja sudah berpikir jauh ke depan. Saat duduk di kelas satu SMA di Bandung, ia sudah bercita-cita kuliah di luar negeri. Selama tiga tahun sekolah, ia giat belajar untuk menembus jalur beasiswa. Sebelumnya, sempat kuliah di Teknik Informatika di ITB Bandung, sejak Agustus-Desember 1990. Suatu ketika, ia melihat informasi surat kabar, ada program beasiswa yang digagas BPPT dan Habibie, Menteri Riset dan Teknologi saat itu.
Lolos Beasiswa
Setelah mengikuti sejumlah tes di Stadion Senayan (sekarang Gelora Bung Karno), ia lolos bersama 100 siswa lainnya. Saat itu, ada 200 ribu siswa yang mengikuti tes. Sementara yang apply ada satu juta orang.
Setelah terpilih, ia melanjutkan S-1 Aerospace Engineering di North Carolina University, USA, tahun 1991-1995. Lalu ke Advanced Quality Control and Reliability di Arizona State University, Tempe, Arizona, USA, pata 1995-1996. Terakhir menempuh pendidikan S-3 di Fachhochschule Pforzheim, Jerman, tahun 2001-2003.
Bimo tak menyangka bisa lolos tes. “Engga terbayang, saya lahir dari keluarga miskin dan enggak mampu. Ibu seorang Ibu rumah tangga dan ayah tentara. Tapi saya mau maju dan memperbaiki diri.
Sebelumnya saya suka baca buku dan melihat keajaiban dunia, ingin melanglang buana. Level (kuliah) di Bandung sudah bukan target saya waktu itu,” tambahnya. Praktis, selama kuliah di negeri Paman Sam dan Panser, ia hanya menganggng biaya hidup. Menurutnya, biaya hidup di Jerman bisa lebih ringan jika mahasiswa bisa nyambi part time.
Mendirikan Kantor
Lulus kuliah 2003, ia kembali ke Indonesia dan bergerak. Menyewa kantor kecil di Jakarta dan mencetak brosur untuk dibagikan ke SMA dan  tempat lain, sebagai inisiasi lembaga ini. Pernah merasakan program beasiswa ke luar negeri, ia menyadari pentingnya menyerap ilmu pengetahuan Negara-negara maju.
Ia satu di antara empat ribu orang yang pernah dikirim Habibie untuk kuliah S-1 di bidang sains dan teknologi di Sembilan Negara maju dunia. Seperti Jerman, USA, Prancis, Belanda, Inggris, Australia, Kanada, Austria dan Jepang.
“Ini (Euro Management) adalah nazar saya. Saya mau, bukan cuma saya yang bisa kuliah ke luar, tapi orang lain juga,” ungkapnya.
Sejak merintis 2003, lembaga ini sudah mengirim lebih dari 2000 siswa ke luar negeri. Dengan akumulasi, 100-150 siswa per tahun yang dikirim ke Eropa, khususnya Eropa dan Amerika Serikat.
Selama enam bulan, siswa lulusan SMA dilatih sejumlah hal. Mulai dari mental, bahasa, budaya, motivation building, hingga bahasa. Termasuk pembuatan tiket, paspor, visa, aplikasi, hingga penjemputan di bandara Negara tujuan.
Awal mula, ia sempat merasakan beberapa komentar miring jika kuliah di luar negeri mewah dan mahal. “Kata siapa kuliah di luar mahal dan mewah? Ada beberapa Negara di Eropa, seperti Prancis dan Jerman yang gratis” ujarnya.
Manfaat Kuliah di Luar Negeri
Sekjen Ikatan Alumni Program Habibie menyatakan, banyak manfaat didapat jika kuliah di luar. Seperti mental teruji, mandiri, berani dan percaya diri. Namun ia tak bermaksud mengatakan jika kuliah di dalam negeri tak penting ketimbang di luar. “tapi kalau dibandingkan, Indonesia masih kalah dalam hal fasilitas dan system. Enggak aka nada lingkungan asing yang bisa dibeli saat kuliah di Indonesia. Enggak cuma dapat ilmu pengethauna, tapi bersaing di tingkat global. Semakin tinggi pendidikan, SDM akan maju untuk bangun negeri.” Ujarnya.
Dari catatannya, orang Indonesia yang kuliah di luar negeri masih terbatas dan baru  mencapai 60 ribu orang. Ia membandingkan saat Habibie masih menjadi menteri, ribuan pelajar dikirm ke luar negeri. Lalu berkurang, sejak program tersebut distop tahun 1996 pasca krisis ekonomi.
“Harusnya pemerintah ikut membantu dan terlibat. Banyak ormas, parpol, pemda dan lembaga resmi lain yang punya dana lebih yang bisa diharapkan untuk member program beasiswa ke luar negeri. Rasanya enggak cukup kalau (Euro) sendiri,” tukasnya.
Sejuta Habibie
Tak ingin menyiakan impian Habibie, ia turut menginisiasi ‘Gerakan Mencetak Sejuta Habibie’. Gerakan ini menyiapkan beasiswa untuk bahasa asing dan persiapan studi sarjana ke luar negeri bagi 1000  lulusan terbaik SMA/SMK di tanah air. Bahkan ia ikut peduli dengan mengirimkan beasiswa karyawannya yang berprestasi.
Tak hanya siswa SMA, beasiswa juga menyasar kalangan wartawan. Enam bulan terakhir, lembaga ini memberikan beasiwa gratis belajar bahasa asing bagi 1000 wartawan di Indonesia selama dua semester. Khususnya Inggris, Prancis, Jerman, Belanda dan Jepang serta TOEFL, IELTS, SAT, GMAT dan GRE periode 2016-2017.
Bimo mengklaim, ini pertama kali dan satu-satunya di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar