Kamis, 25 Agustus 2016

Investor Daily - Memanggil Ilmuwan Balik Kandang



Memanggil Ilmuwan Balik Kandang

Di hadapan teladan nasional yang diundang ke Istana Merdeka dalam rangka Hari Kemerdekaan, Presiden Joko Widodo menyerukan agar para ilmuwan yang kini bekerja di luar negeri untuk kembali ke Tanah Air membantu pemerintah. Para ilmuwan memiliki peran yang strategis untuk membangkitkan bangsa.

Seruan Presiden di atas sebenarnya adalah lagu lama yang diputar kembali. Sejak pemerintahan Presiden Soeharto sudah diimbau agar para ilmuwan dan ahli teknik terkemuka yang bekerja di luar negeri supaya kembali ke Tanah Air untuk mewujudkan kemajuan bangsa. Para ilmuwan itu sempat berbondong-bondong pulang.

Namun, kondisinya ternyata cukup memprihatinkan, karena lembaga Iptek dan industri yang ada belum mampu menyambut kepulangan mereka secara layak. Mereka belum bisa diberi job yang sesuai dengan keahliannya. Pemerintah saat itu juga belum bisa memberikan fasilitas kerja dan imbalan gaji yang sesuai dengan permintaan para ilmuwan yang balik kandang itu.

Kondisinya semakin memprihatinkan karena anggaran Ristek masih kecil dan adanya kebijakan moneter yang membatasi kegiatan industry strategis akibat tekanan lembaga internasional. Akibatnya banyak ilmuwan di atas yang eksodus dari lembaga iptek dan industri strategis. Mereka kembali lagi bekerja di luar negeri atau terpaksa bekerja di dalam negeri tetapi tidak sesuai dengan bidang keahliannya.

Pemerintahan Presiden Jokowi hendaknya tidak sekadar memanggil pulang para ilmuwan yang saat ini sedang bekerja di luar negeri. Perlu juga menyiapkan infrastruktur dan fasilitas yang memadai serta penugasan dalam proyek yang jelas dan konsisten.

Selain memanggil ilmuwan untuk balik kandang, ada hal yang sangat esensial yakni perlunya mencetak ilmuwan sejak remaja. Untuk membangkitkan Iptek nasional tidak bisa dengan jalan pintas atau diserahkan begitu saja kepada pasar.

Kebangkitan Iptek harus disertai dengan menguatkan tradisi ilmiah atau keilmuan bagi kaum remaja. Tradisi keilmuan sejak remaja, atau sejak sekolah menengah sangat perlu untuk menemukan siswa-siswa berbakat lalu diberi kesempatan untuk kuliah di perguruan tinggi yang baik, termasuk mengirimkan mereka ke luar negeri untuk belajar di perguruan tinggi terkemuka dan memiliki tradisi ilmiah yang unggul.

Saatnya pemerintah memulai kembali inisiatif BJ Habibie yang telah berhasil mencetak ribuan tenaga ahli kelas dunia lewat skema Bea Siswa Luar Negeri (BSLN). Tentunya pada saat ini kondisinya sangat memungkinkan untuk membuat skema yang tidak hanya mengandalkan anggaran pemerintah pusat.

Untuk mengakselerasi kebangkitan Iptek Nasional perlu terobosan baru. Terobosan itu antara lain menjaring siswa SMA yang berbakat untuk mendapatkan kredit beasiswa dari lembaga keuangan atau korporasi dan pemerintah daerah guna melanjutkan kuliah di perguruan tinggi terkemuka di luar negeri. Setiap kabupaten atau kota setidaknya setiap tahun secara rutin bisa mengirimkan minimal sepuluh siswa berbakat.

Pengiriman remaja berbakat untuk kuliah di perguruan tinggi di luar negeri perlu bekerja sama dengan konsultan pendidikan internasional yang bisa membimbing siswa untuk menguasai bahasa asing seperti bahasa Jerman, Perancis, Jepang. Karena pengajaran bahasa tersebut kini tidak ada lagi di SMA.

Selain itu, konsultan pendidikan internasional bisa membantu memberikan materi matrikulasi untuk menyesuaikan materi ajar dan memberikan gambaran tentang budaya dan kondisi sosial dari negara yang akan dituju. Selain itu, membantu para siswa untuk mendapatkan akomodasi hingga pendampingan bilamana perlu.

Kebangkitan Iptek nasional bisa berkelanjutan jika ditopang dengan tradisi ilmiah yang kokoh dari para remaja yang duduk di sekolah menengah. Oleh sebab itu, kegiatan penelitian ilmiah yang dilakukan oleh kaum remaja adalah investasi yang sangat besar bagi perjalanan bangsa ini. Para ilmuwan remaja yang tergabung dalam wadah kelompok ilmiah remaja (KIR) sekolah menengah adalah calon ilmuwan unggul.

Di antara ribuan remaja anggota KIR itu, dulu banyak yang mendapatkan beasiswa ikatan dinas dari Menristek BJ.Habibie untuk kuliah di perguruan tinggi terkemuka dunia. Dan di antara mereka kemudian berperan dalam rancang bangun Pesawat N-250 yang menjadi ikon Hakteknas. Juga berperan dalam berbagai proyek infrastruktur dan program Iptek nasional.

Sebagian besar aktivis kegiatan ilmiah remaja telah berhasil menyelesaikan pendidikannya dan menggeluti profesi sebagai peneliti di berbagai lembaga riset pemerintah maupun perusahaan swasta.

Di antara mereka adalah penerima beasiswa Menristek BJ.Habibie untuk kuliah di luar negeri dan berhasil meraih gelar master hingga doktor. Mereka kini menjadi ilmuwan, inovator dan pemikir yang tangguh. Antara lain, Beno Kunto Pradekso, seorang inovator TIK dan ahli radar. Adi Sudadi Soembagijo ahli robotika, Fahmi Amhar sebagai peneliti utama Bakorsurtanal, Mikael Satya Wirawan sebagai coordinator proyek rancang bangun pesawat jet N-2130 PT Dirgantara Indonesia. Dan, sederet ilmuwan lainnya.

Para pemimpin dunia, baik pemimpin pemerintahan maupun korporasi semakin mengapresiasi dan bersimpati terhadap kegiatan ilmiah remaja. Beberapa waktu yang lalu kasus Ahmed Mohammed, seorang pelajar di Amerika Serikat berusia 14 tahun ditangkap polisi serta diborgol di depan kawan sekolahnya sempat menyentak perhatian dunia. Perbuatan kreatif dan inovatif Ahmed yang membuat jam digital dalam kotak menimbulkan kecurigaan dari gurunya yang serta merta melibatkan polisi untuk menginterogasi remaja polos itu.

Ada pelajaran yang sangat berharga terkait kasus Ahmed di atas. Kasus Ahmed telah mendapat perhatian luas, termasuk dari Presiden Barack Obama, CEO Facebook Mark Zuckerberg, Google hingga Twitter. Hasilnya Ahmed mendapat undangan silih berganti untuk berkunjung ke Gedung Putih dan ke kantor pusat Facebook, Twitter dan Google. Bahkan, Presiden Obama menyatakan bahwa Ahmed telah menginspirasi para anak untuk menyukai ilmu alam.

Pengajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) di sekolah merupakan wahana yang strategis untuk menumbuhkan inovasi nilai dan teknologi. Pengajaran IPA secara ideal di sekolah merupakan investasi masa depan yang tiada taranya bagi suatu bangsa. Itulah kredo yang mendasari pemerintah Amerika Serikat yang begitu getolnya melibatkan entitas pendidik untuk terlibat aktif dalam berbagai program riset nasional.

Seperti yang terjadi dalam misi pesawat ruang angkasa Endeavour, di mana salah satu astronotnya adalah seorang ibu guru IPA Sekolah Dasar yang bernama Barbara Morgan. Sudah beberapa dekade program tersebut dilakukan. Sesuatu yang sudah biasa, jika lembaga-lembaga ilmiah di Amerika Serikat selalu memberikan kesempatan kepada para guru sekolah dasar dan menengah untuk terlibat. Seperti program NASA dengan misi penerbangan pesawat Vomit Comet hingga penerbangan ruang angkasa pesawat Endeavour.

Keseriusan di atas membuahkan spirit nasional bangkitnya inovasi dan teknologi secara berkesinambungan.

Bimo Joga Sasongko, 
Pendiri Euro Management Indonesia, Ketua Umum IABIE (Ikatan Alumni Program Habibie)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar