Senin, 01 Agustus 2016

Koran Jakarta - Rasionalisasi ASN Mendesak



Rasionalisasi ASN Mendesak

Dalam perombakan Kabinet Kerja jilid II Asman Abnur ditunjuk Presiden Joko Widodo selaku Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) menggantikan Yuddy Chrisnandi. Kementerian PANRB selama ini ibarat menghadapi buah simalakama dalam mereformasi birokrasi.

Ketika reformasi birokrasi akan dilakukan dengan jalan rasionalisasi, situasinya menjadi gaduh dan penuh aksi politisasi terhadap rencana kebijakan itu. Namun, jika rasionalisasi tidak dilakukan, maka kinerja birokrasi tetap terpuruk seperti sebelumnya dan postur ASN tetap gemuk sehingga tidak efisien. 

Produktivitasnya tetap rendah. Kegaduhan terkait resionalisasi telah terjadi dan Yuddy Chrisnandi menerima risiko terpental dari Kabinet Kerja. Untuk mengatasi kegaduhan, Presiden Joko Widodo akhirnya menyatakan rasionalisasi ASN dilakukan secara alamiah menunggu pensiun. 

Program rasionalisasi merupakan keharusan untuk mewujudkan birokrasi nasional yang efektif dan berdaya saing global. Tanpa rasionalisasi, produktivitas bangsa dan daya saing ASN tetap terpuruk. Postur ASN saat ini gemuk tidak disertai portofolio kompetensi berstandar global.
 
Sesuai dengan roadmap, ada sekitar 1,37 juta ASN yang sebenarnya menjadi sasaran program rasionalisasi Yuddy pada jabatan fungsional umum berpendidikan SMA, SMP, dan SD. Rasionalisasi perlu ditawarkan secara sukarela dengan kompensasi menarik.

Ini dilakukan bertahap selama empat tahun agar pada 2019 jumlah PNS menjadi 3,5 juta dari 4,517 juta pegawai. Moratorium penerimaan ASN dijadwalkan selama lima tahun sejak 2015 untuk semua tingkatan. Namun langkah ini akan sia-sia, bila tanpa rasionalisasi sejak awal.

Moratorium dan rasionalisasi merupakan paket reorganisasi, meningkatkan kompetensi, serta memperbaiki etos kerja mentalitas ASN. Kondisi postur ASN sekarang tidak mendukung birokrasi yang melayani. Birokrasi tetap saja lambat dan sangat boros anggaran. Jadi, APBN hanya dihabiskan membayar pegawai.

Terobosan Rasionalisasi

sebaiknya disertai terobosan rekrutmen dan pendidikan calon ASN. Sistem pendidikan dan latihan (diklat) ASN selama ini sudah kurang sesuai dengan tantangan zaman. Maka, sistem dan kurikulum diklat mesti disesuaikan dengan kaidah korporasi global yang mengedepankan informasi dan layanan elektronik.

Etos kerja dan daya inovator hebat korporasi dunia yang saat ini sedang berjasa seperti Google, General Electric (GE), Samsung, atau Toyota perlu diadopsi. Mereka memilki budaya kerja tinggi. Pola rekrutmen ASN membutuhkan terobosan. 

Untuk level manajerial perlu diterapkan transfer manajemen dari CEO BUMN atau perusahaan swasta sebaiknya dilalukan hingga eselon dua. Jabatan SKPD kapupaten dan kota sebaiknya dilelang sehingga ada transfer manajemen dari korporasi swasta ke birokrat negara. 

Beberapa kementerian dan lembaga negara membutuhkan terobosan rekrutmen pada level lulusan SMA terbaik untuk dikuliahkan di luar negeri dalam bidang keilmuan khusus. Bidang teknologi dan industri sangat membutuhkan SDM. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kunci menumbuhkan perekonomian. 

Pemerintah sebaiknya memiliki sistem informasi pengelolaan SDM nasional, termasuk ASN agar efektifitas dan produktivitasnya bisa dibenahi setiap saat. Kinerja ASN mestinya bermuara terhadap produktivitas nasional yang selama ini belum tampak. Ada ketimpangan produktivitas antarnegara. 

Misalnya produktivitas Korea Selatan lebih tinggi 6,35 kali (635%) dari Indonesia. Produktivitas Malaysia lebih tinggi 2,93 kali (293%) dari Indonesia. Produktivitas Korea Selatan lebih tinggi 2,17 kali (217%) dari Malaysia. Produktivitas tinggi Korea Selatan merupakan buah reformasi birokrasi dan pemangkasan jumlah pegawai. 

Rasionalisasi birokrasi Korsel sejak 1980 dipelopori Presiden Chun Doo Wan dengan beberapa peraturan seperti Civil Servants Ethics Act, Civil Servant Consciousness Reform Movement, Retired Civil Servant Employment Control, Civil Servant Property Registration dan Civil Servant Gifts Control. 

Pada tahapan terakhir reformasi birokrasi Korsel dengan meningkatkan kualitas otonomi pemerintahan daerah dan penerapan e-Government serta layanan elekronik seluruh lini penyelenggaraan pemerintahan atau pelayanan publik. Korea Selatan dan Malaysia lebih dulu mencetak SDM unggul secara besar-besaran. 

Pemerintahan Jokowi jangan ragu-ragu menjalankan program rasionalisasi ASN disertai kompensasi layak. Dengan demikian banyak ASN bersedia ikut program dan bisa memikirkan alternatif pekerjaan. Pesangon diberikan sekaligus, tidak dicicil agar bisa dimanfaatkan untuk modal berwiraswasta. 

Ukuran kinerja dan bobot pekerjaan ASN perlu dirumuskan sebaik-baiknya. Selama ini kinerja mereka tidak pernah terukur secara benar. Padahal, di negara maju sudah dirumuskan standar kinerjanya secara rinci. Sedangkan untuk ASN negeri ini baru sebatas kode etik yang sangat normatif dan belum terukur secara objektif. 

Untuk meningkatkan kapasitas ASN perlu dilakukan sistem pembobotan pekerjaan dan evaluasi jabatan dengan metoda Hay Group yang menekankan domain of knowledge and skill. Ada beberapa tools yang bisa dipakai mengevaluasi kinerja, kompetensi, dan bobot pekerjaan ASN. Contoh lain Hay Group, Mercer, Watson & Hyatt, Malcolm Balridge. Tools atau metode tadi sudah diadopsi beberapa lembaga negara dan korporasi kelas dunia. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar